Sabtu, 04 Februari 2012

Kesesatan Tarekat Naqsyabandi Haqqani

Senin, 30/01/2012 17:23 WIB | Arsip | Cetak
Oleh, Lembaga Pengkajian dan Penelitian Islam (LPPI)
Mengenal Syaikh Muhammad Hisham Kabbani
Syaikh Muhammad Hisham Kabbani adalah seorang ulama dan Syaikh Sufi (guru besar sufi) dari Timur Tengah, lulusan dari American University Beirut (Libanon) dalam bidang ilmu kimia, dan lulusan dari fakultas Hukum Islam (Islamic Law) dari Universitas Damaskus. Kemudian dia pergi ke Belgia untuk meneruskan kuliahnya dan mengambil jurusan kedokteran di Universitas Louvain.
Sejak masa kanak-kanak, Hisham Kabbani selalu menemani Syaikh Abdullah Ad-Daghestani dan Syaikh Muhammad Nazhim Al-Haqqani, Grandsyaikh (master sufi) dari Tarekat Naqsyabandiyah yang dianggap paling mulia di abad 21 ini. Hisham Kabbani banyak melakukan perjalanan ke berbagai negara di Timur Tengah, Eropa, dan Timur Jauh untuk menemani syaikhnya itu.
Pada tahun 1991, Hisham Kabbani diperintahkan oleh syaikhnya itu untuk pindah ke Amerika Serikat untuk mendirikan Yayasan Tarekat Naqsyabandiyah di sana. Setelah berhasil merintis sebuah yayasan di sana, akhirnya Hisham Kabbani berhasil membuka 13 yayasan pusat sufi lainnya yang tersebar di Kanada dan Amerika Serikat. Kegiatan HishamKabbani sehari-harinya adalah sebagai dosen di sejumlah universitas, seperti di University of Chicago, Columbia University, Howard, Berkeley, McGill, Concordia, dan Dawson College. Juga HishamKabbani mengajar di sejumlah pusat keagamaan dan spiritual di seluruh Amerika Utara, Eropa, Timur Jauh dan Timur Tengah.
Misi dari pindahnya Syaikh Hisham Kabbani ke Amerika adalah untuk menyebarkan ajaran sufi di benua Amerika. Sebagai seorang syaikh sufi, Syaikh Hisham Kabbani telah diberi wewenang dan diperbolehkan untuk membimbing para pengikutnya menuju cinta ilahi dan menuju maqam (tempat) spiritual menurut ajaran sufi.
Seperti telah diketahui bahwa Hisham Kabbani telah mendirikan sebuah yayasan sufi di Amerika dengan nama Haqqani Foundation sebagai corong untuk menyebarkan ajaran sufi untuk mempererat persaudaraan seluruh umat manusia dan menyatukan kepercayaan manusia kepada Tuhan yang terdapat di dalam semua agama melalui jalur spiritual.
Selain mendirikan yayasan sufi di Amerika, ternyata Hisham Kabbani juga mendirikan sebuah yayasan sufi di negara mayoritas kaum Muslimin ini, yaitu di negara kita Indonesia dengan nama Yayasan Haqqani Indonesia. Secara kejamaahan, masyarakat Naqsyabandi Haqqani Indonesia secara resmi mulai terjalin hubungannya dengan Haqqani Foundation di Amerika Serikat sejak ditunjuknya KH Mustafa Mas’ud sebagai perwakilan pertama dari As-Sayyid Maulana Syaikh Muhammad Nazhim Adil Al-Haqqani An-Naqsyabandi untuk Indonesia pada tanggal 5 April 1997. Penunjukan dan baiat sebagai representatif telah dilaksanakan oleh As-Sayyid Maulana Syaikh Muhammad Hisham Kabbani pada kunjungan perdana beliau ke Indonesia (ke Jakarta) pada saat itu.
Kedatangan HishamKabbani tersebut bermula dari seringnya terjadi pertemuan antara sebagian warga negara Indonesia yang tinggal di California dengan dirinya, di mana mereka secara rutin selalu mengikuti ritual Sohbet Naqsyabandi Haqqani di Amerika Serikat, shalat Jum’at, dzikir khatam kwajagan, dan lain sebagainya yang biasa diadakan di Masjid Mountain View, CA sebagai salah satu Masjid Utama Jamaah Naqsyabandi Haqqani di Amerika Serikat.
Pada akhirnya, Hisham Kabbani selaku Khalifah dari Syaikh Nazhim di Amerika Serikat bertemu dengan kaum muslimin Indonesia, termasuk seorang mahasiswa bernama M. Hadid Subki yang sedang berada di San Jose, CA. Selanjutnya dia mengutarakan maksudnya untuk membuka hubungan dengan Indonesia atas nama Maulana Syaikh Muhammad Nazhim Adil Al-Haqqani An-Naqsyabandi yang akhirnya terbentuklah Yayasan Haqqani Indonesia di Jl. Teuku Umar No. 41 Jakarta Pusat 10310 Indonesia, Tlp. (021) 315 3014 dan Fax. (021) 315 3013.
Meskipun kegiatan Yayasan Haqqani Indonesia sudah berjalan sejak tahun 1997, akan tetapi secara hukum Yayasan Haqqani Indonesia baru diresmikan pada akhir tahun 2000. Yayasan Haqqani Indonesia merupakan cabang Haqqani Foundation yang tersebar di beberapa negara, sehingga pada prinsipnya mempunyai pola dasar keorganisasian yang tidak berbeda dengan Yayasan Haqqani lainnya. Sampai saat ini sudah tersebar beberapa cabang Haqqani Foundation di beberapa negara, misalnya di Italia, Belanda, Jerman, Amerika Serikat, Malaysia, Perancis, dan Indonesia.
Di bawah ini akan penulis uraikan beberapa bentuk kesesatan Tarekat Naqsyabandi Haqqani Hisham Kabbani menurut buku-buku yang telah penulis baca dan penulis kaji. Di antaranya dapat penulis simpulkan bahwa Yayasan Haqqani Indonesia di bawah pimpinan HishamKabbani telah melakukan beberapa penghinaan. Di antaranya melakukan: (1) Penghinaan terhadap Allah SWT, (2) Penghinaan terhadap Rasulullah SAW, (3) Penodaan terhadap syariat Islam dan (4) Menyebarkan doktrin sesat.
1. Penghinaan Terhadap Allah SWT
Di dalam hal. 16 di dalam buku karangan Mawlana Syaikh Muhammad Hisham Kabbani QS yang berjudul Rahasia Tiga Cahaya – Rahasia Di Balik Bilangan Tiga, Hisham Kabbani menulis, "Mawlana berkata, 'Jika Allah mengutuk orang-orang kafir, Dia tidak akan menjadi Tuhan, karena semuanya diciptakan dari Cahaya Ilahi, dari cahaya Rasulullah SAW, dan dari cahaya Adam AS. Bagaimana mungkin Dia mengutuk mereka? Tidak mungkin mengutuk mereka. Di lain pihak mengapa Dia berfirman, "Qalbul mu’min baytullah," "Hati orang-orang yang beriman adalah rumah Allah"? Jika Allah telah menetapkan bahwa hati orang-orang yang beriman adalah rumah-Nya, bagaimana mungkin pada saat yang bersamaan Dia mengutuk seorang manusia? Tidak mungkin, tetapi Allah mengutuk umat manusia, yang tergolong orang-orang kafir, hanya di lidah Rasulullah SAW dan pada level kita, sehingga kita bisa mengerti'."
Padahal, Allah SWT Maha Kuasa dan Maha Berkehendak, Dia menentukan apa yang Dia ingin lakukan terhadap seluruh makhluk-Nya yang ada di langit maupun di bumi. Di dalam Al-Qur`an telah dijelaskan tentang kutukan (laknat) Allah SWT terhadap orang-orang kafir.
Allah SWT berfirman,
"Orang-orang kafir dari Bani Israil telah dilaknat melalui lisan (ucapan) Dawud dan Isa putra Maryam. Yang demikian itu karena mereka durhaka dan selalu melampaui batas.” (QS. Al-Maidah [5] : 78)
"Sungguh, Allah melaknat orang-orang kafir dan menyediakan bagi mereka api yang menyala-nyala (neraka)." (QS. Al-Ahzab [33] : 64)
Apabila kita sebagai umat Islam yang meyakini Al-Qur`an sebagai Kalam Ilahi yang berisi kebenaran, maka kita tidak akan mempermasalahkan kutukan/laknat Allah SWT terhadap orang-orang kafir.
Kemudian, di dalam surah dan ayat berapa Allah SWT berfirman bahwa hati orang-orang yang beriman itu adalah rumah Allah? Tidak ada satu ayat pun di dalam Al-Qur`an yang menyatakan bahwa hati orang-orang yang beriman adalah rumah Allah SWT. Inilah bentuk kedustaan dari Hisham Kabbani yang sangat besar. Sorban yang besar, tidak berarti ilmunya juga banyak, malah justru bisa sebaliknya, di balik sorbannya yang besar itu, tersembunyi kebohongan yang lebih besar.
Allah SWT berfirman,
"Siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang mengada-adakan dusta terhadap Allah atau yang berkata, 'Telah diwahyukan kepadaku,' padahal tidak diwahyukan sesuatu pun kepadanya, dan orang yang berkata, 'Aku akan menurunkan seperti apa yang diturunkan Allah.' (Alangkah ngerinya) sekiranya engkau melihat pada waktu orang-orang zalim (berada) dalam kesakitan sakratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata), 'Keluarkanlah nyawamu.' Pada hari ini kamu akan dibalas dengan azab yang sangat menghinakan, karena kamu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya." (QS. Al-An'am [6] : 93)
"Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah padahal dia diajak kepada (agama) Islam? Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim."(QS. Ash-Shaff [61] : 7)
2. Penghinaan Terhadap Rasulullah SAW
Masih di dalam buku yang sama karangan Mawlana Syaikh Muhammad Hisham Kabbani QS yang berjudul, Rahasia Tiga Cahaya – Rahasia Di Balik Bilangan Tiga, pada hal. 82 terdapat tulisan dengan sub judul “Tiga Karakter Auliya,” isi tulisan tersebut adalah:
"Bismillaahhir Rahmaanir Rahiim. Gransyaikh Abdullah QS menggambarkan bagaimana seorang darwis bisa diterima sebagai hamba Allah yang Maha Kuasa, yaitu pertama dengan cara: 'Dia harus memiliki satu sifat dari masing-masing tiga jenis hewan'." ujar beliau.
"Dari keledai, dia harus mampu membawa beban dengan kesabaran dan tanpa rasa keberatan. Kecuali dia mampu melakukan hal ini, dia tidak akan berhasil, karena tanpa kesabaran, seseorang tidak bisa membawa tanggung jawab hidup."
"Dari anjing, dia harus belajar kesetiaan kepada tuannya. Bila tuannya memerintahkan anjing itu untuk diam di suatu tempat sampai tuannya kembali, anjing tersebut akan melakukannya, bahkan sampai mati. Bila majikannya memukul dan mengejarnya, anjing itu tetap akan kembali, dengan menggoyangkan ekornya, ketika tuannya memanggil."
"Yang terakhir, ketika seseorang melihat seekor babi dia harus tahu bahwa nafsunya lebih kotor dan lebih busuk dari babi itu. Kotoran babi berasal dari luar, sementara nafsu sudah kotor di dalam. Kotoran nafsu datang dari perlawanan terhadap Tuhannya. Kotoran babi berasal dari makanan yang kotor, bukan perlawanan. Orang yang sempurna harus memiliki sifat yang demikian hingga ia mau menerima kotoran apapun yang dilempar kepadanya, baik lewat ucapan maupun tindakan, dengan mengetahui bahwa nafsunya lebih kotor."
"Tiga sifat hewan-hewan ini milik para Nabi dan Aulia. Bila seorang manusia tidak memiliki sifat-sifat ini, dia bukanlah seorang nabi yang membawa semua beban dunia, menerima semua bentuk penyiksaan, dan masih menjaga utuh keyakinan akan Tuhannya dan kesabaran bagi semua. Inilah jejak-jejak yang mana harus kita teladani. Sifat-sifat ini memberikan ketenangan dan kepuasan dalam hatinya. Hanya dengan begini dia mampu meraih kebahagiaan dalam hidup ini. Kalau tidak, ia tidak akan bahagia selalu."
Menurut penulis bahwa semua ini adalah bentuk penghinaan yang jelas-jelas nyata yang ditujukan kepada pada nabi, khususnya Nabi Muhammad SAW sebagai insan mulia yang mendapat bimbingan langsung dari Allah SWT. Apakah layak kita menganggap bahwa seorang nabi harus memiliki 3 sifat dari 3 jenis hewan yang telah dijelaskan dalam Al-Qur`an? Misalnya sifat seekor keledai, anjing dan babi.
Allah SWT berfirman,
"Perumpamaan orang-orang yang diberi tugas membawa Taurat, kemudian mereka tidak membawanya (tidak mengamalkannya) adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. Sangat buruk perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim." (QS. Al-Jum'ah [62] : 5)
"Dan sekiranya Kami menghendaki niscaya Kami tinggikan (derajat)nya dengan (ayat-ayat) itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan mengikuti keinginannya (yang rendah), maka perumpamaannya seperti anjing, jika kamu menghalaunya dijulurkan lidahnya dan jika kamu membiarkannya ia menjulurkan lidahnya (juga). Demikianlah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah kisah-kisah itu agar mereka berpikir."(QS. Al-A'raf [7] : 176)
"Sesungguhnya Dia hanya mengharamkan atasmu bangkai, darah, daging babi, dan (daging) hewan yang disembelih dengan (menyebut nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa terpaksa (memakannya), bukan karena menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang."(QS. Al-Baqarah [2] : 173)
3. Penodaan Terhadap Syariat Islam
Di dalam Jurnal Ahl Haq Koleksi I, edisi Maret-Juni 2005,yang diterbitkan oleh Yayasan HaqqaniIndonesia, Hisham Kabbani bercerita di bawahjudul, "Wanita Inggris Itu," isinya adalah sebagai berikut, Seorang wanita masuk ke ruang pertemuan. Berbusana cantik dan tidak berkerudung. "Apakah beliau yang bernama Syaikh Abdullah QS?" Tanya si wanita itu. Maka mereka pun menjawab, "Ya!" Maka wanita itu pun menghampiri Grandsyaikh, lalu memeluk, dan mencium beliau, dan kemudian dia menangis. Para ulama yang hadir mulai berbisik-bisik, "Pemandangan macam apa ini? Dari mana asal wanita itu?"
Grandsyaikh berkata, "Oh anakku, apa yang Nabi SAW katakan padaku saat ini, aku akan sampaikan kepadamu. Jika Nabi SAW muncul saat ini (bukan secara spiritual, tetapi secara nyata bagi semua orang), maka beliau akan memerintahkan kamu persis seperti apa yang akan aku sampaikan kepadamu. Ini semua dari beliau, jika kamu tetap menjaga dijalan itu, maka kamu akan mampu bertemu dan melihat Nabi SAW. Jangan melihat seorang muslim, kamu tidak ada urusan dengan mereka. Siapa pun yang ingin menjadi seorang muslim, harus mengikuti tiga kewajiban ini, dan jika kamu menerimanya, maka kamu akan bersama Nabi SAW dan para auliyanya, dan jangan dengarkan yang lain!"
  1. Begitu kamu membuka mata saat bangun pagi, ucapkan, Asyhadu an laa ilaaha illalllaah wa asyhadu anna Muhammadan rasuulullaah (Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah SWT dan Muhammad SAW adalah utusan-Nya). Kemudian minta ampun kepada Allah SWT dan bacalah berulangkali astagfirullah, sebagai pelindung bagimu sepanjang hari agar tidak terjatuh ke dalam dosa!
  2. Kamu hanya perlu mengetahui ibadah 5 kali, yaitu sebelum matahari terbit, siang hari, satu atau dua jam sebelum matahari tenggelam, ketika matahari tenggelam, dan satu jam setelah matahari tenggelam. Kerjakan 5 kali sujud saja, satu kali setiap ibadah. Ucapkan, “Allahu Akbar” dan bersujudlah. Ketika sujud katakan “Ya Allah, Engkau adalah Tuhankudan aku adalah hamba-Mu, aku beriman kepada-Mu, beriman kepada semua utusan-utusan-Mu, dan beriman kepada utusan-Mu Muhammad SAW.” Hanya itulah yang perlu kamu ucapkan, tidak perlu membaca yang lain. Lakukan hal ini pada setiap ibadah 5 kali sehari!”
  3. Sebelum kamu tidur, katakan di depan tempat tidurmu, “Ya Allah, ampunilah apa pun yang telah aku perbuat sepanjang hari ini. Dan siapa pun yang menyakitiku sepanjang hari ini aku memaafkan mereka semua." Lalu ucapkan lagi syahadat 3 kalidan astagfirullah 3 kali. Inilah yang aku ajarkan kepada seorang wanita di Bombay tentang ibadah selain mengajarinya tentang spiritualitas. Jika engkau terus mengamalkan hal ini, maka akan dicatat sama dengan melakukan shalat 5 waktu seperti yang dilakukan oleh semua muslim. Jangan bertanya kepada ulama, jangan dengarkan kata mereka! Wanita itu menjawab, “Baik Syaikh!” (Ahl Haq Koleksi 1, edisi bulan Maret- Juni 2005, hal. 29, 30, 31).
Penulis menilai bahwa cara beribadah yang diajarkan seperti yang telah ditulis oleh Syaikh Hisham Kabbani yang telah kami cantumkan kutipannya di atas sangat menyimpang dan sesat serta menyesatkan. Syariat Islam telah menjelaskan bahwa kewajiban melaksanakan ibadah shalat telah termaktub di dalam Al-Qur`an dan tata caranya telah dicontohkan oleh Rasulullah Muhammad SAW. Tidak ada tata cara shalat selain apa yang telah Nabi Muhammad SAW ajarkan kepada para sahabatnya dan termaktub di dalam hadits-hadits beliau.
Membuat tata cara shalat baru dan mengajarkannya kepada orang lain adalah sebuah bentuk penodaan terhadap ajaran Islam dan penghinaan terhadap Allah dan Rasul-Nya, serta pengingkaran terhadap syariat Islam.
Pernyataan untuk tidak bertanya kepada para ulama dan jangan mendengarkan apa yang difatwakan (dikatakan) oleh para ulama adalah pernyataan yang sangat merendahkan martabat (kedudukan) para ulama. Padahal Allah SWT telah berfirman, "Di antara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya, hanyalah para ulama."(QS. Fathir [35] : 28), dan Rasulullah SAW telah menyatakan bahwa para ulama adalah pewaris para nabi.
4. Menyebarkan Doktrin Menyesatkan
Di dalam tulisan Syaikh HishamKabbani yang berjudul, “Pikiran Buruk,” tertulis doktrin Tarekat Naqsyabandi terhadap para pengikutnya, yaitu: "Suatu hari Maulana Syaikh Nazhim berkata, 'Saat yang membahagiakan bagi seorang syaikh bukanlah ketika ia melihat muridnya sedang beribadah, berdzikir, menghadiri Suhbah, ataupun sedang berpuasa. Namun ketika beliau melihat ke dalam hati muridnya, dan beliau tidak menemukan prasangka buruk (di dalam hati muridnya) akan syaikhnya'." (Ahl Haq Koleksi 1, Juni 2005, hal.17).
Sedangkan di dalam tulisanyang lain yang berjudul, "Khalwat: Perintah Untuk Diikuti dan Dukungan dari Allah."terdapat doktrin lain yang menyatakan, “Di dalam tarikat, dengarkanlah apa yang dikatakan oleh syaikh, walaupun beliau menyuruh menggali bumi lapisan ke-7 dengan sekop patah, maka kalian harus menggali. Janganlah kalian mengatakan, “Tidak!” Jangan gunakan akal kalian dan berkata, “Itu mustahil!” Jika syaikh mengatakan, “Anakku, pergilah ke laut itu, kosongkan air laut itu dengan sebuah gelas atau sebuah ember. Amanat kalian ada di dasar lautan!” Maka kalian harus mengosongkan lautan itu, duduk di sana dan bawa satu ember, lalu kalian katakan, “Syaikh telah menyuruh saya untuk mengosongkan air laut, maka aku akan mengosongkannya.” Bahkan jika kalian mengosongkan dari sini dan airnya kembali lagi dari belakang, maka itu tidak masalah. Kalian telah melaksanakan perintah (itha’atul mursyid/taat kepada mursyid). Jika kalian taat kepada syaikh, maka kalian pun taat kepada Nabi SAW dan taat kepada Allah SWT.” (Ahl Haq, Koleksi 1, Maret 2005, hal. 68-69).
Sedangkan di dalam Ahl Haq Koleksi 2 edisi Juli – Oktober 2005 di dalam tulisan yang berjudul, Hikayat “Orang Gila” (bagian II) disebutkan, “Ketika Sayyidina Umar RA, Khalifah Kedua wafat, maka dua Malaikat Maut mendatangi beliau. “Siapa Tuhanmu?” Sayyidina Umar RA mempunyai watak yang keras dan beliau diam saja ketika pertanyaan itu diajukan. “Apa agamamu?” Beliau tetap diam. “Apa kitabmu?” Tetap tidak ada jawaban. Akhirnya mereka harus membawa beliau menuju neraka. Sayyidina Umar RA berkata, “Aku tidak mendengar apa yang kau ucapkan, mendekatlah ke sini!” Mereka mendekat dan mengulang pertanyaan tadi. “Aku masih belum mendengar...lebih dekat lagi!” “Siapa Tuhanmu?” Sayyidina Umar RA segera mengepalkan tangan dan memukul tepat di mata Malaikat Munkar AS. Para auliya mengatakan bahwa Malaikat Munkar AS hanya memiliki satu mata saja, itu akibat dipukul oleh Sayyidina Umar RA.” (Ahl Haq Koleksi 2, edisi Juli – Oktober 2005, hal. 8).
Doktrin-doktrin seperti ini sudah menjadi ciri khas setiap aliran sesat. Sesuatu yang tidak masuk akal yang sengaja mereka ciptakan dan ajarkan kepada para pengikutnya agar mereka ditaati oleh para pengikutnya.
Menurut penulis, sungguh luar biasa kisah Umar RA versi mereka ini yang berani meninju mata malaikat. Padahal malaikat jelas lebih kuat dan lebih hebat daripada manusia yang hanya diciptakan dari setetes air mani (sperma). Hal ini sama dengan ucapan Abu Jahal yang menghina firman Allah SWT yang dibacakan oleh Nabi Muhammad SAW bahwa neraka Jahannam itu dijaga oleh 19 malaikat. Kemudian Abu Jahal berkata kepada teman-temannya, “Wahai teman-teman, Muhammad telah mengatakan bahwa penjaga Neraka Jahannam itu hanya 19 malaikat. Kalian adalah orang-orang kuat dan banyak jumlahnya. Apakah mampu 100 orang dari kalian untuk mengalahkan 1 malaikat?” Padahal, walaupun berkumpul orang-orang hebat yang ada di dunia ini sejak zaman Nabi Adam AS sampai hari ini untuk mengalahkan 1 malaikat, maka mereka semua tidak akan mampu mengalahkan malaikat, walaupun mereka semua mengeroyok 1 malaikat.
Hisham Kabbani juga sering menyebut-nyebut nama Abdullah Al-Faiz Ad-Daghestani. Siapakah sosok Abdullah Al-Faiz Ad-Daghestani QS itu? Di dalam Tarekat Naqsyabandi Haqqani, ada yang disebut dengan istilah Mata Rantai Naqsyabandi Haqqani. Mata rantai ini dimulai dari Rasulullah Muhammad SAW. Ternyata, Abdullah Al-Faiz Ad-Daghestani menempati posisi ke-39, kemudian posisi ke-40 adalah Muhammad Nazhim Adil Al-Haqqani, sedangkan Muhammad Hisham Kabbani adalah Khalifah Tarekat Naqsyabandi Haqqani untuk seluruh dunia. Lalu di dalam buku yang berjudul, “MUHASABAH, Nilai Seseorang Berhubungan dengan Cara Dia Menilai Waktunya – The Teaching of Sufi Master Mawlana Syaikh Hisham Kabbani,” yang diterbitkan oleh Haqqani Sufi Institute of Indonesia, Abdullah Al-Faiz Ad-Daghestani lahir di Daghestan (nama negara di Rusia) pada 1309 H/ 1891 M. dan dibesarkan serta dididik secara khusus oleh pamannya, yaitu Syaikh Syarafuddin Ad-Daghestani, seorang imam Tarekat Naqsyabandi. Pada 1980-an, negara Daghestan berada di bawah penjajahan tentara Rusia (Uni Soviet). Paman dan ayahnya memutuskan untuk pindah ke Turki. Syaikh Syarafuddin merawat dan melatih Syaikh Abdullah dengan disiplin spiritual secara intensif dan melatihnya berdzikir dengan durasi yang cukup lama. Enam bulan setelah pernikahannya, Abdullah Al-Faiz Ad-Daghestani diperintahkan untuk memasuki khalwat selama 5 tahun.
Pada masa khalwat inilah dia mengklaim hal-hal yang menyesatkan, di antaranya:
  1. Mengklaim mampu melihat detik-detik Muhammad berkhalwat bertahannuts/beribadah) di gua Hira (dahulu, sebelum beliua diangkat menjadi Nabi dan Rasul Allah SWT). Dia mengaku telah duduk selama 40 hari di belakang Muhammad dan mengaku tidak pernah tidur.
  2. Mengklaim mampu berdzikir di Hadirat (di hadapan) Allah SWT.
  3. Mengklaim mampu mendengar sebuah bisikan dari Hadirat Allah SWT, dia mengaku telah mencapai rahasia kesadaran dan wukuf abadi, telah berhasil meraih kunci maqam itu, dan disuruh memasuki Hadirat-Nya dalam tingkatan seseorang yang mampu berbicara dengan Tuhannya, seperti tingkatan Nabi Musa AS ketika beliau berbicara dengan Allah SWT di bukit Thur.
Kemudian dia juga mengklaim beberapa pengakuan aneh pada saat Abdullah Al-Faiz Ad-Daghestani menjadi pasukan tentara Ottoman (Turki Utsmani). Dia mengklaim beberapa hal, di antaranya:
  1. Ketika dia tertembak dan sedang sekarat, dia mengklaim melihat Nabi Muhammad SAW dan beliau pun menghampirinya seraya berkata, “Oh anakku, engkau ditakdirkan untuk meninggal di sini, namun kami masih memerlukanmu di bumi ini, baik secara spiritual maupun fisik…”
  2. Mengklaim menemani Nabi Muhammad SAW pada saat beliau melihat-lihat ketujuh surga pada saat Isra Mikraj. Dia mengaku bisa melihat apa yang ada di dalam ketujuh surga tersebut dan melihat siksaan di neraka seperti yang Nabi Muhammad SAW pernah sebutkan di dalam hadits-hadits beliau.
  3. Mengklaim menerima tugas kembali ke dunia setelah ruhnya diangkat ke Hadirat Allah SWT.
Inilah di antrara doktrin-doktrin sesat yang dihembuskan oleh Hisham Kabbani ke dalam masyarakat muslim Indonesia.
Mudah-mudahan Allah SWT selalu melindungi kita semua dari serangan musuh-musuh Islam dan kaum muslimin.

Iran, Narkoba dan Syi’ahnya Menyerang Indonesia

Kamis, 02/02/2012 12:36 WIB | Arsip | Cetak
Seorang mantan pengikut Syi’ah, Roisul Hukama, pernah mengatakan bahwa Revolusi seperti yang terjadi di Iran, juga tengah dipersiapkan kalangan Syi’ah di Indonesia. Salah satunya dengan menanam kader-kader Syiah di berbagai ormas dan pemerintahan. Ini merupakan konspirasi global. Apalagi, doktrin Imamah merupakan suatu kewajiban bagi paham sesat Syi’ah ini, sehingga Imamah menjadi sesuatu yang wajib dan harus diperjuangkan.
Persiapan untuk itu, nampaknya memang suatu yang bisa dirasakan, antara lain dengan banyaknya lembaga-lembaga (yayasan) Syi’ah di Indonesia, yang bisa ditemukan di banyak kota. Di Jakarta saja, yayasan Syi’ah jumlahnya bejibun, seperti: Yayasan Fatimah (Condet, Jakarta Timur), Yayasan Al-Muntazhar, Yayasan Al-Mahdi (Jakarta Utara), Yayasan Insan Cita Prakarsa, Yayasan Asshodiq (Jakarta Timur), Yayasan Azzahra (Cawang, Jakarta Timur), dan sebagainya.
Yang menarik perhatian, maraknya gerakan Syi’ah di Indonesia akhir-akhir ini, dibarengi dengan maraknya penyelundupan narkoba yang dilakoni warga negara Iran ke Indonesia.
Boleh dibilang serangan Syi’ah ke tengah-tengah jantung umat Islam bagai tak terkendali. Kasus Sampang (29 Desember 2011) boleh jadi hanyalah riak kecil yang kemungkinan akan menjadi gelombang konflik horizontal yang besar bila pergerakan paham sesat Syi’ah di Indonesia tidak bisa diredam sejak SEKARANG JUGA.
***
SECARA EKONOMI, Iran jauh lebih unggul dibandingkan dengan Indonesia, apalagi bila dibandingkan dengan Nigeria. Setidaknya, bila diukur dari pendapatan perkapita yang sering dijadikan tolok-ukur kemakmuran dan tingkat pembangunan di sebuah negara. Maksudnya, semakin besar pendapatan perkapita sebuah negara, maka negara tersebut dapat dikatakan semakin makmur.
Berdasarkan data yang ada, pendapatan per kapita Iran pada tahun 2005 mencapai US$7.594 dan di tahun 2008 meningkat menjadi US$10,600. Sementara itu, di tahun yang sama (2008) pendapatan per kapita Indonesia sekitar US$3,700 sedangkan Nigeria sekitar US$2,000 saja.
Bahkan menurut situs Iran-Indonesian Radio (IRIB World Service), dengan bangga dikemukakan bahwa Iran dengan produksi nasional bruto sebesar US$828 miliar berada di posisi ke-18 diantara negara-negara dengan ekonomi terkuat di dunia, sekaligus menunjukkan bahwa Iran kian kokoh di saat negara lain belum pulih akibat imbas krisis ekonomi 2009. Perekonomian dunia mengalami krisis sejak September 2008, yang ditandai dengan terjadinya krisis di bank-bank dan lembaga keuangan Amerika Serikat, terutama yang bergerak di sektor properti. Dari sektor ini, krisis ekonomi dengan cepat menyambar ke sektor-sektor lain.
Begitulah fakta indah tentang Iran dari sudut ekonomi, yang mengesankan betapa seolah-olah Iran itu begitu sejahtera, sehingga tidak mungkin rakyatnya jadi kurir narkoba. Tapi fakta yang kita temukan di sini terasa begitu miris. Menurut catatan aparat, sejak 2009 kurir narkoba warga negara Iran kian deras membanjiri Indonesia secara bergelombang. Bahkan menggusur dominasi kurir narkoba asal Nigeria yang selama ini merajai pasokan narkoba dari luar negeri. Nigeria adalah sebuah negara di Afrika Barat yang merdeka pada 01 Oktober 1960 dari penjajahan Inggris.
Hingga kini (2012), dominasi kurir narkoba warga negara Iran tetap terjaga, dengan berbagai modus operandi yang berhasil dipatahkan oleh aparat. Tentu kita tidak boleh lupa dengan fenomena gunung es di dalam mewaspadai setiap peristiwa kriminal. Maksudnya, boleh jadi yang tertangkap aparat jumlahnya jauh lebih sedikit dibandingkan dengan kurir narkoba asal Iran yang berhasil lolos.
Yang membuat lebih miris, kurir narkoba warga negara Iran dibayar jauh lebih murah, tidak sampai separuh upah yang diterima kurir asal Nigeria. Rata-rata, kurir asal Nigeria dibayar US$ 5 ribu sedangkan kuris Iran ‘hanya’ US$ 2 ribu. Apalagi ada perbedaan harga yang tajam antara Iran dan Indonesia. Bahkan ketika harga narkoba di Iran turun hingga Rp 50 juta per kilogram, di Indonesia justru mengalami kenaikan fantastis hingga menyentuh angka Rp 2 milyar per kilogram.
Sepanjang 2009, modus operandi yang dilakukan kurir narkoba Iran adalah membungkus narkoba dalam kemasan makanan, menempatkan narkoba pada dinding palsu di tas dan koper, disembunyikan di sol sepatu, dililitkan ke badan (body stripping), disembunyikan melalui pakaian dalam, dan memasukkan narkoba (methamphetamine) cair ke dalam botol sampo, detergen, atau air mineral. Juga, menyembunyikan narkoba di balik kimono berbahan handuk dan di dalam kaki palsu, sebagaimana pernah terjadi pada 3-4 November 2009. Modus ini sebagian berulang di tahun-tahun berikutnya.
Sebenarnya, sejak sebelum 2009 kurir narkoba asal Iran sudah beroperasi di Indonesia. Namun intensitasnya mulai terasa di pertengahan 2009. Mungkin akibat dampak krisis ekonomi dunia yang juga menerpa Iran. Di tahun 2002 aparat menangkap penyelundup narkoba asal Iran bernama Peyman bin Azizallah alias Sorena (saat itu berusia 33 tahun). Sorena kemudian mendekam di LP Cirebon hingga 2004.
Namun pada 30 Oktober 2009, Sorena kembali ditangkap aparat Indonesia. Diperoleh barang bukti berupa sabu atau metamphetamine cair dengan jumlah bruto total 9.000 mililiter atau setara dengan 5.130 gram, yang dikirim dari Iran. Metamphetamine cair tersebut dikemas dalam 6 botol minuman bertuliskan bahasa Iran (Persia), dengan nilai taksiran mencapai lebih dari sebelas milyar rupiah. (selengkapnya bisa dibaca di http://nahimunkar.com/1674/iran-tak-sekedar-selundupkan-paham-sesat-syi%E2%80%99ah-tetapi-juga-narkoba/)
Fakta-fakta yang ditemukan di atas, melahirkan sebongkah keraguan tentang tingkat kemakmuran Iran yang digambarkan begitu baik. Kasus narkoba ini hanya salah satu aspek saja dari kasus-kasus lain seperti pelacuran yang dilakoni warga negara Iran usia dini (gadis cilik belasan tahun).
Koran Tempo edisi 12 Desember 2002 pernah melaporkan hasil investigasi wartawan BBC tentang profil pelacur cilik berusia 19 tahun (di tahun 2002, berarti kini usianya sekitar 29 tahun) yang sudah aktif melacur sejak usia 11 tahun (berarti sekitar tahun 1994). Namanya Leilah, penduduk kota Teheran ibukota Republik Syi’ah Iran. Leilah melacur untuk bertahan hidup. Namun demikian, itu bukan satu-satunya alasan para pelacur cilik turun ke jalan. Ada yang sengaja kabur dari rumah untuk membebaskan diri dari kekangan, dan memilih jadi pelacur di jalan.
Kasus-kasus seperti terjadi pada Leilah, tidak bisa banyak diungkap oleh media massa, karena pemerintahan Republik Syi’ah Iran begitu ketat mengawasi kiprah para jurnalis mancanegara.
Inikah gambaran sebuah negara yang makmur, yang “syari’ah Islam “ (?) tegak di dalamnya? Pastinya bukan. Justru kontradiktif. Republik Syi’ah Iran jauh dari gambaran sebuah negara yang Islami dan makmur. Namun mengapa mereka begitu menggebu menyalurkan beasiswa kepada pemuda-pemudi kita untuk bersekolah di Qum, Iran?
Sebagaimana diberitakan Republika online (edisi Kamis, 03 Maret 2011 16:18 WIB), ada sekitar 6000 hingga 7000 pemuda-pemudi kita yang belajar Syi’ah langsung di Iran. Angka tersebut diungkap Ali Maschan Musa (anggota Komisi VIII DPR RI). Jumlah itu jelas lebih besar dibanding dengan jumlah pemuda-pemudi Indonesia yang belajar di Mesir (sekitar 4000-5000 orang).
Apa artinya? Kemungkinan besar Republik Syi’ah Iran sedang melakukan serangan ke Indonesia secara aktif dan progresif melalui jalur pemberian beasiswa. Dalam beberapa tahun ke depan para lulusan Syi’ah itu akan kembali ke Indonesia. Tentu mereka akan terjun menjalankan misi sebagai penjaja Syi’ah di Indonesia. Mereka pastinya akan memerangi akidah umat Islam.
Saat ini saja Syi’ah sudah begitu berani mengangkangi umat Islam. Bahkan MUI yang konon di dalamnya bersemayam sejumlah ulama ahlussunnah, tidak berkutik oleh satu tokoh Syi’ah bernama Umar Shihab (abang kandung Quraish Shihab). Bahkan NU yang selama ini paling lantang mengaku-aku representasi ahlussunah, justru dipimpin oleh Said Agil Siradj (SAS) yang sejak lama sudah menjadi pembela Syi’ah. Padahal SAS konon lulusan bukan Qum. Belum lagi kiprah dan akrobatik argumen yang digelontorkan Jalaluddin Rakhmat yang bukan lulusan Qum, namun menjadi tokoh pengusung paham sesat syi’ah yang gigih sejak beberapa dekade belakangan ini.
Sebelumnya, umat Islam hanya mengenal segelintir lulusan Qum yang tampil di depan publik, seperti Ali Ridho Al-Habsy cucu dari Habib Ali Kwitang (1974), Umar Shahab (1976), kemudian dilanjutkan oleh generasi di bawahnya seperti Abdurrahman Bima, Khalid Al-Walid, Muhsin Labib, Alwi Husein, Muhammad Taqi Misbah dan sebagainya.
Dari perguruan tinggi swasta bisa disebut beberapa nama, seperti Zulfan Lindan (aktivis HMI-MPO, alumnus Universitas Jayabaya, Jakarta, yang pernah menjadi anggota DPR-RI dari PDI-P, dan kini aktif di Nasdem). Dari perguruan tinggi negeri ada Haidar Bagir (lulusan Institut Teknologi Bandung, yang pernah menjadi wartawan Harian Republika) yang kini menjabat sebagai Presiden Direktur Mizan Group, dan Dosen Pemikiran Islam di Islamic College. Dari Universitas Indonesia, ada nama-nama seperti Agus Abubakar Al-Habsyi dan Sayuti As-Syatiri.
Masih ada nama-nama lain seperti O. Hashem, Husein al-Habsyi, Riza Sihbudi, Sulaiman Marzuqi Ridwan, Dimitri Mahayana Syamsuri Ali, Ahmad Baraqbah, Hasan Daliel al-Idrus yang sudah diidentifikasi sebagai misionaris Syi’ah. Beberapa tahun ke depan umat Islam pasti kewalahan menghitung dan menyebutkan misionaris syi’ah yang boleh jadi sangat gigih menyebarkan paham sesatnya. Ini bukan sekedar penyusupan, tetapi sudah sampai pada tahap PERANG.
Bukti lain, kalangan Syi’ah sudah mengelola sejumlah pendidikan mulai tingkar dasar. Kalau dulu hanya kita kenal Pesantren YAPI (Bangil), Pesantren Al-Hadi (Pekalongan), SMA Plus Muthahhari (Bandung dan Jakarta), kini ada Islamic College for Advanced Studies (Jakarta), Sekolah Lazuardi (Jakarta) dari playgroup hingga SMP, Madrasah Nurul Iman (Sorong), Sekolah Tinggi Madina Ilmu (Depok), juga ada lembaga Pendidikan Islam Al-Jawad.
Masih pula serangan Syi’ah itu dilancarkan melalui didirikannya lembaga kebudayaan untuk menyebarkan paham sesat syi’ah. Sejak 2003 didirikan Islamic Cultural Center (ICC) yang beralamat di Jl. Buncit Raya Kav. 35 Pejaten Barat Jakarta 12510. Dari ICC inilah didirikan Iranian Corner di sejumlah perguruan tinggi Islam. Di Jakarta, Iranian Corner bisa ditemukan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ). Di Jogjakarta lebih banyak lagi, ada tiga Iranian Corner, yaitu di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta, dan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Bahkan kini Iranian Corner sudah mencapai belasan jumlahnya, yang tersebar di sejumlah perguruan tinggi.
Sejumlah nama tokoh Syi’ah yang aktif di Islamic Cultural Center (ICC), antara lain Umar Shihab, Quraish Shihab, Jalaluddin Rahmat, Haidar Bagir, O. Hashem, Agus Abu Bakar al-Habsyi dan Hasan Daliel al-Idrus. Sejumlah keturunan Arab (Habaib) juga aktif menjadi penggerak ICC.
Boleh dibilang serangan Syi’ah ke tengah-tengah jantung umat Islam bagai tak terkendali. Kasus Sampang (29 Desember 2011) boleh jadi hanyalah riak kecil yang kemungkinan akan menjadi gelombang konflik horizontal yang besar bila pergerakan paham sesat Syi’ah di Indonesia tidak bisa diredam sejak SEKARANG JUGA.
Seorang mantan pengikut Syi’ah, Roisul Hukama, bahkan pernah mengatakan bahwa Revolusi seperti yang terjadi di Iran, juga tengah dipersiapkan kalangan Syi’ah di Indonesia. Salah satunya dengan menanam kader-kader Syiah di berbagai ormas dan pemerintahan. Ini merupakan konspirasi global. Apalagi, doktrin Imamah merupakan suatu kewajiban bagi paham sesat Syi’ah ini, sehingga Imamah menjadi sesuatu yang wajib dan harus diperjuangkan.
Persiapan untuk itu, nampaknya memang suatu yang bisa dirasakan, antara lain dengan banyaknya lembaga-lembaga (yayasan) Syi’ah di Indonesia, yang bisa ditemukan di banyak kota. Di Jakarta saja, yayasan Syi’ah jumlahnya bejibun, seperti: Yayasan Fatimah (Condet, Jakarta Timur), Yayasan Al-Muntazhar, Yayasan Al-Mahdi (Jakarta Utara), Yayasan Insan Cita Prakarsa, Yayasan Asshodiq (Jakarta Timur), Yayasan Azzahra (Cawang, Jakarta Timur), dan sebagainya.
Yang menarik perhatian, maraknya gerakan Syi’ah di Indonesia akhir-akhir ini, dibarengi dengan maraknya penyelundupan narkoba yang dilakoni warga negara Iran ke Indonesia. Para kurir narkoba itu bekerja untuk bandar narkoba asal Iran yang telah lebih dulu mukim di Indonesia. Kalau gerakan Syi’ah di Indonesia ini mempunyai korelasi positif dengan maraknya penyelundupan narkoba, bisa dipastikan dampaknya akan sangat dahsyat. Yaitu, kerusakan akidah dan kerusakan moral sekaligus: sebuah kondisi sosial yang layak bagi terjadinya sebuah revolusi.
Ilustrasi LPPIMakassar dan poskota
(haji/tede/nahimunkar.com)

Jumat, 03 Februari 2012

MUI Jatim Putuskan Syiah Aliran Sesat

Majelis ulama indonesia (MUI) cabang Sampang, dengan tegas menyatakan aliran syiah yang ada di Dusun Nangkernang Desa Karang gayam Kecamatan Omben Kabupaten Sampang murni ajaran sesat.

Hal itu di sampaikan oleh ketua MUI Sampang KH. Bukhori maksum di hadapan sejumplah wartawan sabtu (31/12/2011) bertempat di kantor Kejaksaan Negri jalan Jaksa Agung suprapto Kecamatan kota.

Selaku ketua MUI, ia menilai syiah telah menyimpang dari ajaran ahli sunah waljamaah. Selain itu perbedaan-perbedaan yang sangat menyolok.lanjutnya, ada beberapa ajaran yang menyimpang. Antara lain, mereka memiliki tiga syahadad, dalam menjalankan sholat mereka hanya melaksanakan 3 waktu dalam sehari, mengharamkan sholat jum'at dan mereka juga menuding bahwa Al-quran yang beredar sekarang bukan asli lagi.

Dia menjelaskan, ada beberapa perbedaan yang menonjol di Syiah dengan umat Islam pada umumnya. Azan saja berbeda di Syiah, lantunan Azan diubah ada tambahan dua bait.

“Di Syiah salat saja berbeda, yakni salat Zuhur dan Asar digabung jadi satu. Kemudian salat Maghrib dan Isya. Perbedaan itulah yang tidak bisa ketemu dengan umat Islam pada umumnya,” jelasnya.

Dia menambahkan nikah mut'ah (nikah kontrak) diperbolehkan di Syiah.

Abdussomad menjelaskan Syiah terbagi menjadi beberapa sekte. Ada sekte beraliran ekstrem dan moderat. “Sekte yang lunak ini ajarannya tetap bertentangan dengan umumnya umat Islam,” tukasnya.

"Saya nyatakan syiah di sampang adalah alirat sesat," terangnya.

Menurut KH.Bukhori maksum, data dan informasi tersebut bersumber dari salah satu matan santri syiah yang sekarang sudah kembali ke ajaran ahli sunah waljamaah, "Kami mendapat informasi ajaran-ajaran syiah yang menyesatkan ini dari beberapa mantan santri syiah," tukasnya.

Selain itu KH.Bukhori juga menambahkan, "Konflik syiah yang ada di dusun Nangkernang Desa Karang gayam Kecamatan Omben Kabupaten Sampang sebenarnya telah terjadi semenjak tahun 2004 silam. Ibarat bisul, saat ini sudah waktunya meletus." [muslimdaily.net/beritjatim/okz]

Kasus Sampang dan Para Tokoh yang Nadanya Membela Aliran Sesat Syi’ah

Dari setiap peristiwa boleh jadi akan menghasilkan sesuatu yang membuat mata kita semakin terbuka tentang sesuatu yang tadinya gelap atau samar-samar. Demikian juga kiranya dari kasus Sampang, Madura, yang terjadi di penghujung tahun 2011. Sebuah kasus perusakan, pembakaran yang terjadi pada 29 Desember 2011, terhadap sejumlah aset milik sekte Syi’ah di Sampang, Madura. Melalui kasus tersebut kita bisa melihat jelas bahwa pendukung Syi’ah kian berani membela kesesatannya, sementara itu, sosok atau kelompok yang selama ini diposisikan sebagai bukan Syi’ah justru tidak tegas, takut-takut menyatakan kesesatan Syi’ah dan hanya mempermasalahkan kasus kekerasan yang terjadi belakangan padahal itu hanya ekses.
Pagi itu sekitar jam 09:00 waktu setempat, Iklil AlMilal (39 tahun) melihat adanya gerakan massa dalam jumlah cukup besar, sekitar 500-an orang, lengkap dengan senjata tajam, menuju areal kediaman adiknya,Tajul Muluk (38 tahun). Di areal kediaman Tajul Muluk selain berdiri rumah tinggal Tajul dan keluarganya, juga berdiri sebuah Mushalla, madrasah, asrama santri, juga warung.
Begitu tiba di lokasi, massa langsung melakukan aksi perusakan, dan membakar aset yang ada di tempat kejadian. Untungnya, Iklil AlMilal sempat memerintahkan sejumlah wanita yang masih berdiam di rumah tinggal Tajul Muluk untuk hengkang ke sebuah tempat yang dianggap aman. Saat kejadian, Tajul Muluk dan keluarga masih berada di Malang, Jawa Timur, konon dalam rangka mengungsi untuk menghindari ancaman dibunuh, karena ia menyebarkan ajaran sesat Syi’ah.
Dari areal kediaman Tajul Muluk, massa kemudian bergerak menuju areal kediaman Iklil AlMilal di Desa Blu'uran kampung Geding Laok, sekitar satu kilometer dari areal sebelumnya. Di tempat ini, massa juga melakukan penyerangan, perusakan dan pembakaran. Aksi berlanjut ke kediaman Ummu Hani (27 tahun), adik Tajul Muluk, warga kampung Solong Berek desa Karang Gayam, Kecamatan Omben, Kabupaten Sampang, Madura.
Kejadian itu, seperti biasa, diberitakan media massa pada bagian ujungnya saja. Hampir tidak diberitakan rangkaian penyebabnya yang sudah terbangun sejak sekitar tujuh tahun sebelumnya (2004). Menurut Abuya Ali Karrar Sinhaji (Pimpinan PP Daruttauhid, Desa Lenteng, Kecamatan Proppo, Kabupaten Pamekasan, Madura), Tajul Muluk dan adiknya Roisul Hukama yang kala itu masih berpaham sesat Syi’ah mulai menyebarkan ajarannya ke tengah-tengah masyarakat Islam di madura. Masyarakat menolak, dan melaporkan aktivitas Tajul-Rois kepada ulama setempat.
Semenjak Tajul Muluk dan Roisul Hukama menyebarkan paham sesat Syi’ah, masyarakat yang mayoritas Islam sudah mulai memprotes, dan ada kalanya terjadi keributan atau bentrokan. Agar tidak berkelanjutan, maka ulama setempat menasihati Tajul agar tidak menyebarkan paham sesat Syi’ah ke tengah-tengah masyarakat yang cenderung menolaknya. Tapi Tajul maju terus.
Karena Tajul pantang mundur menyebarkan paham sesat Syi’ah, maka para ulama setempat disaksikan Kapolres Sampang, pada pertengahan April 2011 membuat kesepakatan bahwa Tajul Muluk dan kawan-kawan harus angkat kaki dari Madura; tidak menyebarkan fahamnya di kalangan masyarakat di Madura; dan semua pengikutnya harus kembali bergabung dengan majelis ta’lim NU Sunni untuk dapat dibina kembali.
Tajul Muluk dan keluarganya akhirnya memang keluar dari kawasan Madura, namun sekedar mengungsi ke Malang, Jawa Timur. Sementara itu, geliat menyebarkan paham sesat Syi’ah berlangsung terus. Karena terus-terusan mengingkari kesepakatan, puncaknya terjadilah bentrokan 29 Desember 2011. Maka, media massa pun gencar memberitakan peristiwa tersebut. Bagaimana dengan sikap para tokoh masyarakat?
Memanfaatkan Kasus Sampang
Bagi tokoh yang selama ini dikenali sebagai pendukung dan penyebar paham sesat Syi’ah, kasus Sampang dijadikan tunggangan memperkenalkan Syi’ah dan diklaim sebagai salah satu madzhab Islam yang diterima masyarakat dunia. Antara lain sebagaimana dilakoni oleh Umar Shihab.
Umar Shihab
Menurut dia, sesuai konferensi internasional Ulama Islam di Mekkah, dua tahun silam, Syiah diakui sebagai bagian dari Islam. “Keberadaan mazhab Syiah sebenarnya sejak awal Islam. Sama juga dengan keberadaan mazhab ahlussunnah wal jamaah.” Begitu penjelasan Umar Shihab kepada Liputan6.com edisi 02/01/2012 04:58.
Ketika mempropagandakan Syi’ah, dengan memanfaatkan kasus Sampang, Umar Shihab mengatasnamakan MUI (Majelis Ulama Indonesia). Padahal, menurut KH Ahmad Cholil Ridwan Lc. (Ketua MUI Pusat), Umar Shihab tidak berhak berbicara mewakili MUI Pusat, sebab ia bukan ketua umum dan bukan koordinator pengurus harian MUI.
KH Ahmad Cholil Ridwan Lc. juga menjelaskan, bahwa MUI sudah mengeluarkan rekomendasi agar mewaspadai masuknya Syi’ah. Dengan adanya rekomendasi itu, menurut Cholil, menujukkan bahwa Syi’ah justru lebih dari sekedar paham sesat tapi juga berbahaya.
Kepada Voa-Islam edisi Selasa, 03 Jan 2012, KH Ahmad Cholil Ridwan Lc. menjelaskan: “Itu memang bukan fatwa, tetapi ada rekomendasi yang bunyinya; umat Islam agar mewaspadai supaya aliran Syi’ah tidak masuk ke Indonesia, itu kan lebih dari pada sesat. Ngapain diwaspadai jangan masuk ke Indonesia kalau itu tidak sesat…”
Said Agil Siradj
Begitu juga tentunya dengan KH Said Agil Siradj, yang berusaha meyakinkan masyarakat awam bahwa konflik Sampang bukan karena perbedaan akidah antara Suni dengan Syi’ah, tetapi merupakan konflik keluarga, rebutan pengaruh, santri, pesantren ataupun tanah wakaf. Sebagaimana dikatakan Said Agil kepada Republika edisi Selasa, 03 Januari 2012 15:00 WIB: “Sebenarnya masalah ini konflik keluarga bukan Sunni-Syiah. Buktinya di Jawa Barat di Jawa Tengah, tidak terjadi (konflik) Sunni-Syiah apalagi NU-Syiah…”
Sebelumnya, Tajul Muluk memang pernah mengatakan kepada media massa bahwa ia terlibat perselisihan dengan adik kandungnya sendiri, Roisul Hukama, yang sudah tidak lagi berpaham Syi’ah. Perselisian dengan sang adik diakui Tajul memperuncing pertikaian antara Sunni-Syiah yang ada di daerah tersebut. Sebagaimana diberitakan tempo.co edisi Senin, 02 Januari 2012 | 16:08 WIB, Tajul mengatakan: “Perselisihan dengan adik saya dimulai 2009 lalu, memang masalah perempuan. Pacar atau tunangan dia saya ambil…”
Rupanya Said Aqil Sitadj ingin menafikan (meniadakan) fakta: Karena terus-terusan Tajul Muluk mengingkari kesepakatan (tidak menyebarkan fahamnya yakni Syi’ah di kalangan masyarakat di Madura; dan semua pengikutnya harus kembali bergabung dengan majelis ta’lim NU Sunni), puncaknya terjadilah bentrokan 29 Desember 2011.
Jalaluddin Rakhmat
Bagaimana dengan Jalaluddin Rakhmat? Dengan caranya sendiri, Kang Jalal berusaha ‘menyadarkan’ kita bahwa kekerasan yang dilakukan atas nama agama, sebagaimana terjadi di Sampang, hanya akan mengakibatkan seseorang memilih jadi ateis. Barangkali Kang Jalal ingin berpesan, seolah-olah menjadi Syi’ah masih lebih baik daripada menjadi ateis. (http://www.detiknews.com/read/2012/01/04/083526/1806073/103/agama-dan-kekerasan). Padahal, keduanya sama-sama tidak baik.
Ketiga tokoh di atas selama ini memang dikenal sebagai pendukung dan misionaris Syi’ah yang gigih. Namun ada juga yang selama ini tidak terdeteksi sebagai pendukung Syi’ah, tiba-tiba, pasca kasus Sampang, suaranya lebih condong berpihak kepada Syi’ah. Antara lain sebagaimana bisa ditemukan pada pernyataan Slamet Effendy Yusuf, politisi Partai Golkar yang juga Ketua PBNU dan salah satu Ketua MUI Pusat.
Menurut Slamet Effendy, sebagaimana dikutip okezone.com edisi Senin, 2 Januari 2012 06:31 wib, meski memiliki beberapa perbedaan terkait cara pandang namun Syi’ah diakui sebagai bagian dari aliran beberapa mazhab yang ada di dalam Islam. Sebagaimana Said Agil, Slamet Effendy juga mengaitkan bentrokan Sampang berlatar belakang urusan pribadi, antara Tajul Muluk dan adiknya, Roisul Hukama mantan penganut Syi’ah.
Klik untuk memperbesar
Pernyataan Slamet Effendy Yusuf jelas bertentangan dengan rekomendasi MUI Pusat sebagaimana dikemukakan oleh Cholil Ridwan di atas. Juga, bertentangan dengan surat PBNU nomor 724/A. II. 03/10/1997 bertanggal 12 Rabiul Akhir 1418 H (bertepatan dengan tanggal 14 Oktober 1997 M). Surat yang ditandatangani Rais Aam KH. M. Ilyas Ruhiat dan Katib Aam KH. M. Drs. Dawam Anwar, pada intinya mengingatkan kita agar tidak terkecoh oleh para propagandis Syi’ah. Juga, agar umat Islam Indonesia mengetahui perbedaan prinsipil ajaran Syi’ah dengan Islam. Sayangnya, propagandis Syi’ah itu kini tidak sekedar bercokol di NU, bahkan berhasil menduduki kursi Ketua Umum.
Takut-takut
Bila pendukung Syi’ah begitu berani dan kreatif membela kesesatannya, sebaliknya, mereka yang (maunya diakui) bukan Syi’ah, ternyata takut-takut mengeluarkan pernyataan sesat secara tegas, mereka hanya berani mempermasalahkan kasus kekerasannya saja. Barangkali ini merupakan sebuah fenomena runtuhnya keimanan dan keilmuan seseorang akibat bergesekan dengan dunia politik, bergesekan dengan harta-tahta-wanita.
Abdul Hakim
Salah satu contohnya sebagaimana bisa dilihat pada sosok Abdul Hakim (Sekretaris Fraksi PKS dan anggota Komisi VIII Bidang Agama DPR RI). Menurut Abdul Hakim, sebagaimana dikutip vivanews.com edisi Kamis, 29 Desember 2011: “Saya mengecam tindakan anarkisme seperti itu. Perbedaan pandangan agama harus dihargai.”
Bahkan Abdul Hakim mengatakan, perbedaan pandangan agama termasuk dalam hak asasi manusia (HAM).
Jadi, perkataan politisi yang ini mengandung virus, yakni urusan akidah dan menjaga kemurnian akidah dari serangan paham sesat direduksi menjadi persoalan HAM. Bukankah justru merusak akidah orang yang sudah bertauhid itu merupakan pelanggaran HAM yang paling berat, ya Abdul Hakim?
Hidayat Nur Wahid
Bila Abdul Hakim mengecam aparat polisi yang dinilainya lamban mencegah terjadinya bentrokan, maka senior Abdul Hakim, Hidayat Nur Wahid (HNW) mepermasalahkan PBNU, dan pemerintah dan karakter orang Madura yang temperamental. HNW sama sekali tidak mempermasalahkan mengapa Syi’ah bisa eksis di Madura untuk meracuni akidah umat Islam, dan mengapa misionaris Syi’ah berani mempertahankan diri di tengah-tengah kecaman warga yang menolak Syi’ah? Siapa di belakang mereka?
Ketika HNW baru pulang dari Saudi, ia begitu tegas terhadap paham sesat Syi’ah. Bahkan HNW menjadi salah satu pemakalah pada sebuah forum yang mengupas Syi’ah di Masjid Istiqlal pada tahun 1997. Namun belakangan, di tahun 2006, HNW mengatakan bahwa ia bukan berasal dari mazhab yang suka mengkafirkan sesama muslim, dan sama sekali tidak terkait dengan peristiwa vonis sesat secara in absentia terhadap aliran Syi’ah di Masjid Istiqlal tahun 1997. Menurut HNW, ia tidak menandatangani rekomendasi Istiqlal itu. Jadi, HNW itu menganggap Syi’ah sama dengan Islam, tidak sesat? Astaghfirullah…
Suryadharma Ali
Menteri Agama Suryadharma Ali (SDA) yang juga ketua PPP (Partai Persatuan Pembangunan), juga terkesan tidak berani alias takut-takut menyatakan secara tegas bahwa Syi’ah itu sesat. Pernyataannya seperti orang yang sekedar menghindar dari guyuran hujan, sekenanya. “Kemudian pertanyaan apakah Syiah itu sesat atau tidak sesat, jadi itu kita serahkan sepenuhnya kepada Majelis Ulama Indonesia, karena MUI itu memiliki ahli-ahli yang tentu memiliki kompetensi di bidangnya dan memiliki kredibilitas lebih tinggi untuk memberikan penilaian terhadap suatu ajaran agama.” (okezone.com edisi Rabu, 4 Januari 2012 05:43 wib).
SDA juga lebih cenderung menyoroti hanya aspek kekerasan fisiknya saja (perusakan, pembakaran), namun sama sekali tidak menyinggung perusakan akidah sebagaimana dijajakan propagandis Syi’ah sejak bertahun-tahun di kawasan Madura yang mayoritas penduduknya beragama Islam. “Prinsip dasarnya adalah tidak dibenarkan adanya tindak kekerasan dengan dalil apapun dan siapapun itu…”
SDA sama sekali mengabaikan surat edaran yang pernah diterbitkan Departemen Agama (surat edaran No: D/BA.01/4865/1983, Tanggal 5 Desember 1983, Tentang Hal Ikhwal Mengenai Golongan Syi’ah), yang pada butir ke-5 tentang Syi’ah Imamiyah disebutkan sejumlah perbedaannya dengan Islam: “Semua itu tidak sesuai dan bahkan bertentangan dengan ajaran Islam yang sesungguhnya. Dalam ajaran Syi’ah Imamiyah pikiran tak dapat berkembang, ijtihad tidak boleh. Semuanya harus menunggu dan tergantung pada imam. Antara manusia biasa dan Imam ada gap atau jarak yang menganga lebar, yang merupakan tempat subur untuk segala macam khurafat dan takhayul yang menyimpang dari ajaran Islam.”
Begitulah faktanya: pendukung Syi’ah, pembela Syi’ah kian berani, agresif dan kreatif membela paham sesatnya. Sementara itu, dengan jelas terlihat ada sesosok makhluk yang terlihat gamang, takut-takut menyatakan kesesatan Syi’ah. Mereka berputar-putar mengemukakan argumentasi dengan dalih HAM, anti kekerasan, dan sebagainya, sementara itu mereka tidak peduli dengan perusakan akidah yang dilakukan propagandis Syi’ah. Sesungguhnya, mereka yang mendukung kesesatan secara langsung atau tak langsung, juga tergolong orang yang sesat. Astaghfirullah…
Syafii Maarif
Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif mengutuk keras aksi pembakaran terhadap pondok pesantren Syiah di Kecamatan Karang Penang, Sampang. Terlebih jika aksi pembakaran tersebut dilatarbelakangi oleh perbedaan pandangan keagamaan.
Menurutnya, kebenaran bukanlah milik individu apalagi kelompok. Syafii mengatakan, Syiah telah diakui sebagai mazhab kelima dalam Islam. Dia pun menyatakan bahwa setiap orang, sekalipun atheis berhak hidup. Terpenting, katanya, bisa hidup rukun dan toleran. (Voa-Islam, Rabu, 04 Jan 2012).
Biarlah Syafii Maarif berkata begitu, karena dia tidak mengemukakan dalil apa-apa, hanya berdasarkan akalnya. Tetapi, kalau akalnya genap, mungkin dia dapat berfikir dan mencari informasi, bahwa faktanya adalah: Ada 22 Kesesatan Syi’ah yang Dibawa Tajul Muluk (Temuan Ulama Madura)
Mereka (ajaran Syi’ah Tajul Muluk Ma’mun, red) menganggap bahwa Kitab Suci Al-Qur’an yang ada pada tangan Muslimin se-alam semesta tidak murni diturunkan Allah, akan tetapi sudah terdapat penambahan, pengurangan dan perubahan dalam susunan Ayat-ayatnya.
Mereka menganggap bahwa semua ummat Islam – selain kaum Syi’ah – mulai dari para Shahabat Nabi hingga hari qiamat – termasuk didalamnya tiga Khalifah Nabi (Abu Bakar, Umar, Utsman) dan imam empat Madzhab (Abu Hanifah, Malik, Syafi’ie, Ahmad) termasuk pula Bujuk Batu Ampar – adalah orang-orang pendusta, bodoh lagi murtad karena membenarkan tiga Khalifah tersebut di dalam merebut kekhalifaan Ali bin Abi Thalib.(4 January 2012, http://nahimunkar.com/10517/10517/).
Din Syamsudin, Ketua Umum Muhammadiyah
Pada Konferensi Persatuan Islam Sedunia yang berlangsung 4-6 Mei 2008di Teheran,Iran, Din Syamsuddin pernah mengatakan, bahwa Sunni dan Syi’ah ada perbedaan, tapi hanya pada wilayah cabang (furu’yat), tidak pada wilayah dasar agama (akidah). Menurut Din, Sunni dan Syi’ah berpegang pada akidah Islamiyah yang sama, walau ada perbedaan derajat penghormatan terhadap sahabat sekaligus menantu Nabi Muhammad, yakni Ali bin Abi Thalib.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah ini juga mengatakan, sewajarnya jika dua kekuatan besar Islam ini (Sunni dan Syi’ah) bersatu melawan dua musuh utama umat saat ini yaitu kemiskinan dan keterbelakangan. (Detikcom5 Mei 2008)
Dikatakan Din, seandainya tidak dicapai titik temu, maka perlu dikembangkan tasamuh atau toleransi. Seluruh elemen umat Islam dalam kemajemukannya perlu menemukan “kalimat sama” (kalimatun sawa) dalam merealisasikan misi kekhalifahan di muka bumi.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin menegaskan bahwa persatuan umat Islam khususnya antara kaum Sunni dan kaum Syiah, adalah mutlak perlu sebagai prasyarat kejayaan Islam. Kejayaan umat Islam pada abad-abad pertengahan juga didukung persatuan dan peran serta kedua kelompok umat Islam tersebut. (Voa-Islam, Rabu, 04 Jan 2012).
Sebagai tokoh, ketika berbicara mestinya pakai dalil dan bukti. Apa yang Din katakan itu bertentangan dengan fakta dari kitab Syi’ah sendiri, bahwa Al-Qur’an yang ada sekarang telah berubah, dikurangi dan ditambah (Ushulul Kaafi, hal. 670). Salah satu contoh ayat Al-Qur’an yang dikurangi dari aslinya yaitu ayat Al-Qur’an An-Nisa’: 47, menurut versi Syi’ah berbunyi:“Ya ayyuhalladziina uutul kitaaba aaminuu bimaa nazzalnaa fie ‘Aliyyin nuuran mubiinan”. (Fashlul Khitab, hal. 180).
Apakah itu bukan masalah pokok lagi prinsip? Betapa beraninya orang ini dalam berdusta untuk mendukung dusta pula!
Sadarilah wahai orang-orang yang terpeleset!
Perlu diingatkan, bagaimana pertanggungan jawab di akherat kelak, ketika kini mereka begitu entengnya membela syiah yang merusak Islam. Padahal di antara ajarannya itu sangat menjijikkan, contohnya ini:
Menghalalkan nikah Mut’ah, bahkan menurut doktrin Syi’ah orang yang melakukan kawin mut’ah 4 kali derajatnya lebih tinggi dari Nabi Muhammad Saw. (Tafsir Minhajush Shadiqin, hal. 356, oleh Mullah Fathullah Kassani).
Bahkan Syiah itu merusak Islam dari pangkalnya. Di antaranya ini:
Allah itu bersifatbada’yaitu baru mengetahui sesuatu bila sudah terjadi. Akan tetapi para imam Syi’ah telah mengetahui lebih dahulu hal yang belum terjadi (Ushulul Kaafi, hal. 40).
Menurut Al-Kulaini (ulama besar ahli hadits Syi’ah), Bahwa Allah tidak mengetahui bahwa Husein bin Ali akan mati terbunuh. Menurut mereka Tuhan pada mulanya tidak tahu karena itu Tuhan membuat ketetapan baru sesuai dengan kondisi yang ada. Akan tetapi imam Syi’ah telah mengetahui apa yang akan terjadi. Oleh sebab itu menurut doktrin Syi’ah Allah bersifatbada’(Ushulul Kaafi, hal. 232). (Risalah Mujahidin, edisi 9, th 1 Jumadil Ula 1428 / Juni 2007. Fadly /arrahmah.com Sabtu, 31 Desember 2011 19:04:46).
Mari kita ulangi lagi, Peringatan keras secara resmi sudah ada dari Depag (kini Kemenag) dan dari MUI.
Surat edaran yang pernah diterbitkan Departemen Agama (surat edaran No: D/BA.01/4865/1983, Tanggal 5 Desember 1983, Tentang Hal Ikhwal Mengenai Golongan Syi’ah), yang pada butir ke-5 tentang Syi’ah Imamiyah disebutkan sejumlah perbedaannya dengan Islam: “Semua itu tidak sesuai dan bahkan bertentangan dengan ajaran Islam yang sesungguhnya. “
Rekomendasi MUI dalam Rapat Kerja Nasional bulan Jumadil Akhir 1404 H./Maret 1984 M di antaranya: Mengingat perbedaan-perbedaan pokok antara Syi’ah dan Ahlus Sunnah wal Jama’ah seperti tersebut di atas, terutama mengenai perbedaan tentang “Imamah” (pemerintahan)”, Majelis Ulama Indonesia menghimbau kepada umat Islam Indonesia yang berfaham ahlus Sunnah wal Jama’ah agar meningkatkan kewaspadaan terhadap kemungkinan masuknya faham yang didasarkan atas ajaran Syi’ah.
Agar utuh, mari kita simak selengkapnya sebagai berikut:
Dalam buku yang berjudul“Mengawal Aqidah Umat, Fatwa MUI Tentang Aliran-Aliran Sesat di Indonesia”,pada halaman 44, MUI telah memasukkan Faham Syiah ke dalam“Daftar Inventaris Tentang Aliran Sesat Fatwa MUI Sejak 1971-2007”.Bahkan judul itu diberi tanda bintang (*) dengan keterangan: Komisi Pengkajian & Pengembangan MUI Pusat. Data ini terus diperbaharui berdasarkan masukan dari MUI Provinsi&Daerah Kabupaten/Kota.
Sementara isi fatwa MUI tentang Paham Syiah dimuat dalam halaman 52- 53 sebagai berikut:
FAHAM SYIAH
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
Majelis Ulama Indonesia dalam Rapat Kerja Nasional bulan Jumadil Akhir 1404 H./Maret 1984 M merekomendasikan tentang faham Syi’ ah sebagai berikut:
Faham Syi’ah sebagai salah satu faham yang terdapat dalam dunia Islam mempunyai perbedaan-perbedaan pokok dengan mazhab Sunni (Ahlus Sunnah Wal Jamm’ah) yang dianut oleh Umat Islam Indonesia. Perbedaan itu di antaranya :
1)Syi’ah menolak hadis yang tidak diriwayatkan oleh Ahlu Bait, sedangkan ahlu Sunnah wal Jama’ah tidak membeda-bedakan asalkan hadits itu memenuhi syarat ilmumustalah hadis.
2) Syi’ah memandang “Imam” ituma‘sum(orang suci), sedangkan Ahlus Sunnah wal Jama’ah memandangnya sebagai manusia biasa yang tidak luput dari kekhilafan (kesalahan).
3) Syi’ah tidak mengakui Ijma’ tanpa adanya “Imam”, sedangkan Ahlus Sunnah wal Jama’ ah mengakui Ijma’ tanpa mensyaratkan ikut sertanya “Imam”.
4) Syi’ah memandang bahwa menegakkan kepemimpinan/pemerintahan(imamah)adalah termasuk rukun agama, sedangkan Sunni (Ahlus Sunnah wal Jama’ah) memandang dari segi kemaslahatan umum dengan tujuan keimamahan adalah untuk menjamin dan melindungi da’wah dan kepentingan umat.
5) Syi’ah pada umumnya tidak mengakui kekhalifahan Abu Bakar as-Siddiq, Umar Ibnul Khatab, dan Usman bin Affan, sedangkan Ahlus Sunnah wal Jama’ah mengakui keempat Khulafa’ Rasyidin (Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali bin Abi Thalib).
Mengingat perbedaan-perbedaan pokok antara Syi’ah dan Ahlus Sunnah wal Jama’ah seperti tersebut di atas, terutama mengenai perbedaan tentang “Imamah” (pemerintahan)”, Majelis Ulama Indonesia menghimbau kepada umat Islam Indonesia yang berfaham ahlus Sunnah wal Jama’ah agar meningkatkan kewaspadaan terhadap kemungkinan masuknya faham yang didasarkan atas ajaran Syi’ah.
(shodiq ramadhan)Shodiq Ramadhan | Selasa, 03 Januari 2012 | 19:53:13 WIB(suara-islam.com) http://nahimunkar.com/10509/syiah-menurut-majelis-ulama-indonesia-mui/
Ketika di dunia ini saja orang-orang yang dipertanyakan aqidahnya karena membela syiah yang sesat itu kini sudah tampak nyata bahwa mereka terpeleset. Ini hanya untuk menghaluskan kata, mungkin hakekatnya lebih buruk dari itu. Maka seharusnya mereka itu kembali ke jalan yang benar. Sedang peringatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah jelas:
1721 حَدِيثُ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ : أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ يَنْزِلُ بِهَا فِي النَّارِ أَبْعَدَ مَا بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ *
Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a ia berkata, "Aku telah mendengar Rasulullah s.a.w bersabda, 'Adakalanya seorang hamba mengucapkan satu kalimah yang menyebabkan dia tergelincir ke dalam Neraka yang jarak dalamnya antara timur dan barat'." (HR. Muttafaq ‘alaih).
(haji/tede/nahimunkar.com)

Syiah Seratus Persen Bertolak Belakang Dengan Islam

Ustadz Roisul Hukama, Mantan Pengurus Ikatan Jama’ah Ahlul Bayt Indonesia (IJABI) ini membeberkan kesesatan ajaran Syiah. Menurutnya, ajaran Syiah sudah bertolak belakang seratus persen dengan ajaran Islam.
“Bukan lagi separuh persen, tapi seratus persen. Jadi setelah tahu begitu saya out. Karena kita tidak mau semakin jauh. Nanti kita tidak mau jadi robot yang diremot. Ya kalau untung akhiratnya, sudah didunia diremote orang, akhiratnya pun kacau balau.” Tandasnya setelah Rapat antara MUI dengan Ulama Se Jawa Timur di kantor MUI Pusat, Selasa 24/01.
Adik kandung Tajul Muluk ini mulai aktif dalam struktur IJABI pada tahun 2007. Namun dalam perkembangannya, banyak kedustaan dan penyimpangan yang dilakukan Organisasi Syiah terbesar di Indonesia itu.
“Katanya (IJABI) mengusung pluralisme, nonpolitik. Katanya non mazhab, seluruh ahlul bait bisa masuk ke dalamnya. Tapi nyatanya, di dalam semua mau diajak ke wilayatul faqih. Wilayatul Faqih itu artinya revolusi imamah. Ketika saya tahu begitu dan penyimpangan-penyimpangan ushul lainyna, ini sudah masuk ahlul bid’ah fi akidah. Akhirnya saya keluar,” sambungnya.
Selanjutnya, ia juga membantah pemberitaan media sekuler dan opini yang dihembuskan bahwa konflik di Sampang terjadi karena persoalan keluarga. “Tidak ada itu. Malu mas, naïf bicara begitu, sampai-sampai dunia internasional turun tangan. Masak gara-gara keluarga. Istimewa sekali,” kilahnya.
Sebelumnya, Ketua Dewan Syura IJABI Jalaluddin Rakhmat mengatakan, konflik yang terjadi antara Sunni-Syiah di Sampang, Madura, bukan karena perbedaan pendapat, melainkan karena perbedaan pendapatan yang dipicu oleh konflik internal keluarga antara Ustadz Raisul Hukama dan kakaknya, Tajul Muluk. (Pz)

Memahami Kelainan/Kesesatan Syiah, Sebuah Nota Kesepahaman

Oleh Henri Shalahuddin, MIRKH*
Tulisan ini tidak hendak bertujuan menyerang kepercayaan Syiah, apalagi mencacinya. Sebab bukanlah hal yang bijak berdakwah dengan mencaci. Lagi pula masalah kepercayaan adalah hak yang tidak bisa dicegah atau dipaksakan. Terlebih-lebih para “tokoh” bangsa ini sudah terlanjur sepakat untuk melarang negara ikut campur kedalam masalah agama, kecuali masalah haji dan beberapa masalah yang membawa keuntungan politis dan materi.
Tulisan ini adalah kesan singkat penulis saat membaca buku “40 Masalah Syiah” yang ditulis seorang pendakwah Syiah, Emilia Renita. [1] Dalam pengantarnya, ketua Dewan Syura Ikatan Jamaah Ahlulbait Indonesia (IJABI) yang sekaligus sebagai Editor dan Suami penulis buku ini mengaku bahwa buku tersebut ditujukan sebagai pedoman dakwah untuk seluruh anggota IJABI dan untuk menumbuhkan saling pengertian di antara mazhab-mazhab dalam Islam. Sementara Emilia sendiri mengaku bukunya ditulis bukan untuk menghujat, menyerang dan mengkafirkan Ahlussunnah. Meskipun pada saat yang sama, buku ini secara aktif dan provokatif menyebarkan paham kebencian kepada Sahabat Nabi, mengkampanyekan kawin kontrak (mut’ah) dan beragam pengeliruan terhadap ajaran Ahlussunnah, termasuk tuduhan bahwa ulama Sunni membenarkan adanya tahrif dalam al-Qur'an dengan menjungkirbalikkan makna beberapa Hadits yang diyakini kesahihannya oleh kaum Sunni. [2]
Dalam konteks al-Qur'an, tahrif berarti penambahan atau pengurangan lafadz atau huruf (perombakan redaksi) dari teks al-Qur'an yang asli. Mempercayai tahrif berarti meyakini bahwa al-Qur'an sebagai wahyu yang diberikan kepada Rasulullah saw tidak sempurna. Al-Qur'an memberi contoh dalam hal ini kebiasaan orang-orang Yahudi yang gemar melakukan tahrif terhadap kitab sucinya. Allah berfirman, "Yaitu orang-orang Yahudi, mereka merubah perkataan dari tempat-tempatnya. Mereka berkata, 'Kami mendengar, tetapi kami tidak mau menurutinya'." QS. Al-Nisa’ [4] : 46. Allah juga berfirman, "Mereka suka merubah perkataan (Allah) dari tempat-tempatnya, dan mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang mereka telah diperingatkan dengannya". (QS. Al-Maidah [5] : 13)
Dalam bukunya, Emilia menampik tuduhan adanya tahrif al-Qur'an dalam akidah Syiah dan menyatakan bahwa pendapat tahrif di kalangan ulama Syiah adalah lemah. Pembuktian masalah tahrif dalam tulisan ini yang mungkin akan dikesankan nithili akidah Syiah. Meskipun sebenarnya pembuktian tersebut lebih bertujuan pemaparan tentang perbedaan prinsip yang seringkali menimbulkan kegelisahan di akar rumput yang memerlukan perhatian khusus.
Memahami Keyakinan Syiah tentang al-Qur'an
Tuduhan bahwa ada penambahan atau pengurangan (tahrif) ayat-ayat al-Qur'an di kalangan Syiah dibantah keras oleh Emilia. Menurutnya, sejak dulu sampai sekarang para ulama Syiah menolak adanya tahrif dalam al-Qur'an. Lalu beliau mengutip beberapa pendapat ulama besar Syiah ketika menafsirkan QS. Al-Hijr [15] : 9, "Sesungguhnya Kami menurunkan peringatan (al-Qur'an) dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya" yang tertulis dalam Tafsir al-Shafi, Majma’ al-Bayan, al-Mizan fi Tafsir al-Qur'an, dan al-Bayan fi Tafsir al-Qur'an. [3]
Memang dalam menafsiri QS. Al-Hijr [15] : 9, menurut pemaparan Emilia keempat kitab tafsir ulama Syiah tersebut menguatkan jaminan Allah dalam menjaga al-Qur'an. Namun dalam penafsiran ayat-ayat lainnya, tersisip ayat-ayat 'asing' dalam kitab-kitab tafsir Syiah tersebut. Sebagai contoh dalam kitab “Tafsir al-Shafi” karya al-Faidh al-Kasyani (1007H-1091H), ada tambahan lafadz asing dalam ayat Kursi yang tidak pernah dikenali kaum Muslimin pada umumnya. Beliau menukil dari Ridha a.s., bahwa setelah lafadz: "lahu ma fi l-samawati wa ma fi l-ardh", ada penambahan lafadz, "Wa ma baynahuma wa ma tahta l-tsara ‘alim al-ghayb wa l-syahadah al-rahman al-rahim". [4] Penambahan lafadz pada ayat Kursi seperti itu juga dikuatkan oleh Abu ‘Ali al-Thabarsi (460H-546H) dalam kitabnya “Majma’ al-Bayan fi Tafsir al-Qur'an”. [5]
Abul Qasim al-Khuiy (1317H/1899M-1984M) seorang ulama besar penulis “al-Bayan fi Tafsir al-Qur'an” yang menjadi kebanggaan tokoh-tokoh Syiah sedunia, menjelaskan bahwa Syiah Imamiyah dari dulu hingga sekarang menolak adanya tahrif dalam al-Qur'an. Kemudian beliau menuduh Ahlussunnah lah yang mempercayai adanya tahrif. Karena tidak bisa membuktikan tuduhannya dengan memberi contoh dari ulama Sunni yang melakukan tahrif, maka beliau mengatakan:
إن القول بنسخ التلاوة هو بعينه القول بالتحريف والإسقاط
“Meyakini adanya bacaan (ayat-ayat) yang di-naskh, sama saja meyakini adanya tahrif dan pengguguran (dalam al-Qur'an)”.
Beliau juga berkata:
إن القول بالتحريف هو مذهب أكثر علماء أهل السنة لأنهم يقولون بجواز نسخ التلاوة
“Sesungguhnya pendapat adanya tahrif (dalam al-Qur'an) adalah mazhab mayoritas ulama Ahlussunnah, sebab mereka meyakini adanya bacaan yang dinasakh (naskh l-tilawah)”. [6]
Tentunya pendapat al-Khuiy tersebut tidak bisa dibenarkan, sebab Allah swt., telah berfirman:
مَا نَنسَخْ مِنْ آيَةٍ أَوْ نُنسِهَا نَأْتِ بِخَيْرٍ مّنْهَا أَوْ مِثْلِهَا أَلَمْ تَعْلَمْ أَنّ اللّهَ عَلَىَ كُلّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
"Ayat mana saja yang Kami nasakh-kan, atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau sebanding dengannya. Tidakkah kamu mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS. Al-Baqarah [5] : 106)
Dalam QS Ar Ra’d [13] : 39, Allah juga berfirman:
يَمْحُو اللَّهُ مَا يَشَاءُ وَيُثْبِتُ ۖ
“Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki).”
Memahami Inkonsistensi Ulama Syiah
Dakwaan bahwa Ahlussunnah melakukan tahrif dalam al-Qur'an dilontarkan al-Khuiy karena Ahlussunnah mempercayai adanya hukum nasikh dan mansukh dalam al-Qur'an. Al-Khuiy kemudian menyebutkan beberapa contoh “tahrif” yang dilakukan oleh Ahlussunnah, misalnya dihapusnya ayat rajam yang diriwayatkan oleh Umar bin Khattab, yakni al-syaikhu wa l-syaikhatu idza zanaya farjumuha al-battah, yang tidak lagi termaktub dalam al-Qur'an. [7] Emilia juga melakukan tuduhan yang sama tentang masalah ini dalam bukunya. [8]
Padahal banyak tokoh-tokoh ulama Syiah yang juga menguatkan hukum nasakh dalam al-Qur'an, tetapi al-Khuiy tidak mengklaim Syiah sebagai pelaku tahrif. Bahkan di kalangan ulama pembesar Syiah menetapkan bahwa ayat rajam seperti yang diriwayatkan Umar di atas, telah dinasakh bacaannya namun hukumnya tetap berlaku. Pendapat seperti ini dapat disimak dari ulama kenamaan Syiah, di antaranya: (1) Abu Ali al-Thabarsi dalam kitabnya, “Majma’ al-Bayan fi Tafsir al-Qur'an”, vol. I, hal. 406, beliau berkata: “Nasakh dalam al-Qur'an ada bermacam-macam, di antaranya dihapus bacaannya tetapi hukumnya tetap berlaku, seperti ayat rajam”. 2) Abu Ja’far al-Thusi dalam kitabnya “al-Tibyan fi Tafsir al-Qur'an”, vol. I, hal. 13. (3) Abd al-Rahman al-ʻAtaʼiqi al-Hilli dalam kitabnya “al-Nasikh wa l-Mansukh”, hal. 35. (4) Muhammad Ali dalam kitabnya “Lamhat min Tarikh al-Qur'an”, hal. 22. (5) Muhammad Baqir Majlisi dalam kitabnya “Mir’atul ‘Uqul”, hal. 267.
Al-Khuiy memang menolak tahrif dalam al-Qur'an. Dalam karyanya, al-Bayan fi Tafsir al-Qur'an, beliau menegaskan dalam satu fasal khusus tentang keterjagaan al-Qur'an dari tahrif (shiyanatul Qur’an min al-tahrif). Di akhir fasal ini beliau menulis: “Seperti yang telah kami sebutkan (sebelumnya), sungguh menjadi jelaslah bagi para pembaca bahwa Hadits-Hadits yang berbicara tentang tahrif dalam al-Qur'an adalah Hadits khurafat dan khayalan belaka yang hanya diucapkan oleh orang yang lemah akalnya…” [9]
Namun uniknya, dalam kitabnya yang sama, beliau malah terjerumus meyakini adanya tahrif. Misalnya, beliau menulis: “Sesungguhnya banyaknya periwayatan yang menyebutkan adanya tahrif dalam al-Qur'an diwarisi secara meyakinkan, yang sebagiannya muncul dari orang-orang yang maksum (imam-imam Syiah, pen)… dan sebagiannya diriwayatkan dengan jalan yang terpercaya”. (al-Bayan fi Tafsir al-Qur'an, hal. 226) [10]. Beliau juga berkata: “Tidak mungkin ada yang bisa menghimpun al-Qur'an seluruhnya kecuali orang-orang yang diberi wasiat (imam-imam Syiah, pen)”. [11] Beliau juga mengatakan: “Jikalau al-Qur'an dibaca seperti apa yang diwahyukan, tentu kamu akan mendapati nama-nama kami (yakni nama imam-imam Syiah yang dianggap maksum, pen)”. [12] Lebih lanjut beliau berkata: “Jibril menurunkan ayat kepada Muhammad seperti ini, “wa in kuntum fi raybin mimma nazzalna ‘ala ‘abdina fi ‘aliyyin fa’tu bi suratin min mitslih”. [13] Dengan demikian dapat dipastikan bahwa al-Khuiy dan kalangan ulama Syiah lainnya mengakui kebenaran riwayat-riwayat yang membincangkan Mushaf Ali yang berbeda dengan al-Qur'an yang ada saat ini, baik dari sisi urutan surat, maupun dari sisi kekurangan ayat-ayat yang belum tercantum dalam al-Qur'an yang ada saat ini, seperti nama-nama Imam Syiah. [14]
Sebenarnya, masih banyak ulama Syiah yang menyangsikan validitas mushaf al-Qur'an yang ada saat ini. Sayyid Adnan al-Bahrani dalam kitabnya, “Masyariq al-Syams al-Duriyah” menyebutkan bahwa riwayat-riwayat dari Ahlulbait sangat banyak, jika tidak dibilang mutawatir, yang menyatakan bahwa al-Quran di tangan kita saat ini bukan al-Qur'an yang selengkap yang diturunkan kepada Muhammad saw. Bahkan dalam al-Qur'an yang sekarang ini ada yang bertentangan dengan apa yang diturunkan Allah, ada juga yang sudah dirubah, dan banyak juga ayat-ayat yang dihapus, seperti dihapusnya nama "Ali" di banyak ayat, dihapusnya lafadz "Alu Muhammad" (=keluarga Muhammad), nama orang-orang munafiq dan lain sebagainya. Dan al-Qur'an sekarang ini bukanlah berdasarkan susunan yang diridai Allah dan Rasul-Nya, sebagaimana yang disebut dalam kitab tafsir Ali bin Ibrahim. [15]
Al-Sultan Muhammad al-Janabadzi dalam kitab tafsirnya, “Bayan al-Sa’adah fi Maqamat al-‘Ibadah” dalam muqaddimah tafsirnya menyebutkan sebuah fasal yang menetapkan adanya tahrif dalam al-Qur'an. Beliau menegaskan hal ini dalam fasal ketiga belas, “Masalah terjadinya penambahan, pengurangan, mendahulukan, mengakhirkan dan perubahan dalam al-Qur'an yang ada di tangan kita sekarang ini..” [16]
Memahami Bagaimana Cara Syiah Memfitnah
Syiah, seperti halnya yang dilakukan Emilia, seringkali menampik bukti riwayat-riwayat yang dikutip langsung dari kitab-kitab Syiah seperti “al-Kafi” dan “al-Qummi” tentang tahrif al-Qur'an dan mengatakan bahwa semua ulama Hadits di kalangan Syiah sepakat tentang kelemahan Hadits-Hadits itu. [17]
Kemudian Emilia malah balik menuduh Ahlussunnah-lah yang meyakini adanya tahrif dalam al-Qur'an, dan menetapkan sepihak kesahihan Hadits-Hadits tahrif dari Ahlussunnah atau menjungkirbalikkan beberapa Hadits Sahih Bukhari dan Muslim yang diklaimnya mengandung pengakuan adanya tahrif. Dalam bukunya, Emilia memberi contoh sekitar 10 Hadits dari Ahlussunnah yang dia klaim seluruhnya sahih. [18] Mengingat keterbatasan ruang, tidak semua contoh-contoh yang dipaparkan Emilia akan dibahas keseluruhan.
Emilia menulis sebagai berikut:
“Dari Nafi’ dari Ibnu Umar: Janganlah kamu mengatakan aku sudah menghapal seluruh al-Qur'an, karena kamu tidak tahu seluruhnya. Banyak sekali yang hilang dari al-Qur'an. Katakana saja: Aku telah menghapal apa yang ada dalam al-Qur'an sekarang ini”. (al-Itqan 2:25)
Teks asli yang dimaksud dari kutipan Emilia di atas adalah sebagai berikut:
قال أبو عبيد‏:‏ حدثنا إسماعيل بن إبراهيم عن أيوب عن نافع عن ابن عمر قال‏: لا يقولن أحدكم قد أخذت القرآن كله وما يدريه ما كله قد ذهب منه قرآن كثير ولكن ليقل قد أخذت منه ما ظهر
Telah menceritakan kepada kami Isma’il bin Ibrahim dari Ayub dari Nafi’ dari Ibnu Umar yang berkata “Janganlah ada salah seorang dari kalian mengatakan ‘sungguh aku telah mengambil al-Qur'an seluruhnya’. Tahukah ia apa seluruhnya (dari al-Qur'an) itu? Sungguh telah sirna darinya banyak (ayat-ayat) Al Qur’an. Akan tetapi hendaknya ia mengatakan “sungguh aku telah mengambil darinya apa yang tampak (dari al-Qur'an)”. [19]
Ada riwayat yang juga menyebutkan atsar semisal ini yang disandarkan dari Umar ibn Khattab. Padahal atsar yang disandarkan kepada beliau tersebut tidak ditemukan dalam kitab-kitab Hadits. Atsar di atas diriwayatkan oleh Abu ‘Ubaid dan disandarkan kepada Ibnu ‘Umar. Atsar ini dapat dijumpai dalam kitab “Fadha’il al-Qur'an” dan mengandung makna nasakh, bukan tahrif. Sedangkan hukum nasakh tidak bertentangan dengan Janji Allah yang berkenaan dengan terjaganya al-Qur'an. Sementara adanya ayat-ayat yang dinasakh secara tegas dinyatakan dalam Firman Allah QS. Al-Baqarah : 106. Imam al-Suyuthi dalam “al-Dibaj” menukil perkataan Imam al-Qurthubi: “Dan janganlah menduga-duga atau menyerupakannya dari hal ini (masalah hukum nasakh) bahwa sebagian ayat al-Qur'an telah hilang. Sebab pendapat seperti itu adalah batil, tidak benar. [20]
Maka dengan meneliti pendapat Imam al-Suyuthi dalam karyanya, “al-Dibaj”, fitnahan kaum Syiah bahwa Ahlussunnah, khususnya terhadap Imam al-Suyuthi, meyakini adanya tahrif otomatis terbantahkan. Sebab dalam kitab “al-Itqan” pun, juga tidak ada bukti tertulis bahwa beliau mengakui adanya tahrif, atau memaknai atsar tersebut sebagai justifikasi adanya tahrif dalam al-Qur'an.
Fitnahan berikutnya berkenaan tahrif yang dilakukan Ahlussunnah, Emilia menukil riwayat berikut dalam bukunya:
“al-Bukhari meriwayatkan dalam tarikhnya dari Hudzaifah: Aku membaca surat al-Ahzab pada zaman Nabi saw sebanyak 200 ayat. Ketika Utsman menuliskan mushaf, al-Ahzab hanya mencapai sejumlah ayat yang sekarang ini”. (al-Itqan 2:25, Manahil al-Irfan 1:27, al-Durr al-Mantsur 5:180)
Teks asli yang dimaksud dari kutipan yang dinukil Emilia di atas adalah sebagai berikut:
قال: حدثنا ابن أبي مريم عن أبي لهيعة عن أبي الأسود عن عروة بن الزبير بن عائشة قالت: كانت سورة الأحزاب تقرأ في زمن النبي صلى الله عليه وسلم مائتي آية، فلما كتب عثمان المصاحف لم نقدر منها إلا ما هو الآن.
(Abu 'Ubayd) berkata: Telah menceritakan kepada kami Ibn Abi Maryam dari Abu Lahi’ah, dari Abu l-Aswad dari ‘Urwah ibn al-Zubair dari ‘Aisyah yang berkata: “Dahulu surah al-Ahzab itu dibaca di zaman Nabi saw., sebanyak 200 ayat. Lalu ketika Utsman menulis mushaf-mushaf kita tidak bisa (menemukan) darinya kecuali yang sekarang ada ini.” [21]
Atsar ini di-takhrij dalam "Fadhail al-Qur'an" vol. 2, hal. 146, no. 700, dalam isnad-nya terdapat Abu Lahi'ah dan sanadnya lemah. Atsar ini menurut tuduhan Syiah mengandaikan bahwa ada banyak ayat dalam surat al-Ahzab yang tercecer dan tidak mampu dihimpun oleh Utsman bin Affan, kecuali hanya sejumlah ayat-ayat yang ada dalam surat al-Ahzab saat ini. Riwayat dalam atsar ini batil, tidak sah dan tidak bisa diterima akal sehat. Para Ulama telah menjelaskan bahwa banyak sekali ayat-ayat yang sudah dinasakh baik dari sisi bacaannya maupun hukumnya, kecuali ayat rajam yang hanya dinasakh bacaannya tapi hukumnya tetap berlaku. Dan seperti dijelaskan di atas bahwa kedudukan hukum nasakh berbeda dengan tahrif. Sementara hukum nasakh tidak terjadi kecuali pada masa Rasulullah masih hidup. Di sisi lain, atsar ini jelas bertentangan dengan Janji Allah yang akan menjaga al-Qur'an. Maka bagaimana bisa diandai-andaikan bahwa ada sebagian ayat al-Qur'an yang hilang di tangan seluruh Sahabat Nabi?! [22]
Senada dengan pendapat di atas, Syeikh Ibnu ‘Asyur dalam kitab “Tafsir al-Tahrir wa l-Tanwir”, mengomentari atsar tentang surat al-Ahzab yang berisi 200 ayat adalah lemah dari sisi sanadnya. [23]
Riwayat lain berkenaan dengan hilangnya ayat-ayat dalam surat al-Ahzab yang sering dirujuk dan digemari kaum Syiah untuk memfitnah Ahlussunnah sebagai pelaku tahrif [24] adalah sebagai berikut:
وقال حدثنا إسماعيل بن جعفر عن المبارك بن فضالة عن عاصم بن أبي النجود عن زر بن حبيش قال: قال لي أبي بن كعب: "كأين تعد سورة الأحزاب؟ قلت: اثنتين وسبعين آية أو ثلاثا وسبعين آية. قال: إن كانت لتعدل سورة البقرة
Disampaikan kepada kami oleh Isma’il ibn Ja’far, dari al-Mubarak ibn Fadhalah, dari ‘Ashim ibn Abi al-Najud dari Zirr ibn Hubais berkata: Ubay ibn Ka’b berkata padaku, Berapa (ayat) surat al-Ahzab kamu hitung? Aku menjawab: Sekitar 72 atau 73 ayat. Beliau berkata dulunya (surat al-Ahzab) setara dengan surat al-Baqarah.
Atsar ini di-takhrij oleh Abu 'Ubaidah dalam "Fadhail al-Qur'an" vol II, hal. 146-147, dalam isnad-nya terdapat al-Mubarak ibn Fadhalah, ia adalah mudallas. [25]
Senada dengan atsar di atas, dalam kitab “Musnad al-Imam Ahmad ibn Hanbal” juga menjelaskan melalui mata rantai sanad Abdullah, Wahab ibn Baqiyyah, Khalid ibn ‘Abdullah al-Thahhan, Yazid ibn Abi Ziyad, Zirr ibn Hubais:
عن أبي بن كعب قال: كم تقرؤون سورة الأحزاب؟ قال: بضعا وسبعين آية. قال: لقد قرأتها مع رسول الله مثل البقرة، أو أكثر منها، وإن فيها آية الرجم
Dari Ubay ibn Ka’b, beliau bertanya: Berapa (ayat) kalian baca surat al-Ahzab? Lalu dijawab: sekitar 70an ayat lebih sedikit. Lalu beliau berkata: Aku pernah membacanya bersama Rasulullah seperti al-Baqarah, atau bahkan lebih panjang lagi, dan sungguh di dalamnya ada ayat rajam.
Atsar ini sanadnya lemah, karena ada Yazid ibn Abi Ziyad. Ibn Ma'in berkata: Atsar ini tidak bisa dijadikan argumen, Ibn al-Mubarak berkata: campakkan ia (jangan dipakai). Sedangkan 'Ashim ibn Bahdalah, meskipun beliau shaduq (terpercaya), tetapi terdapat syak mengingat hapalan beliau yang lemah. Sedangkan matan dalam atsar ini terhitung mungkar karena ada perkataan: "Aku pernah membacanya bersama Rasulullah". [26]
Demikianlah cara-cara Syiah memfitnah Ahlussunnah sebagai pelaku tahrif, baik dengan mengambil riwayat-riwayat yang lemah, maupun memutarbalikkan pesan yang terdapat dalam sebuah Hadits atau dengan melakukan pentakwilan yang jauh dari makna sebenarnya. Maka cukuplah perkataan Imam al-Alusi al-Baghdadi dalam menyikapi berbagai fitnahan tentang adanya tahrif dalam al-Qur'an:
والحق أن كل خبر ظاهره ضياع شيء من القرآن إما موضوع وإما مؤول
Sejatinya bahwa setiap pemberitaan yang sisi zahirnya (memberitakan) hilangnya sesuatu (ayat) dari al-Qur'an, (bisa dipastikan bahwa pemberitaan tersebut) baik itu palsu maupun ditakwilkan. [27]
Memahami Induk Rujukan Ajaran Syiah
Kaum Syiah memiliki sejumlah kitab induk yang menjadi rujukan utama mereka dalam beragama. Jika kaum Sunni di bidang Hadits berpedoman kepada kitab-kitab Sahih Bukhari, Sahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Sunan at-Turmudzi, Sunan an-Nasai, Sunan Ibnu Majah, Musnad Ahmad, Muwatta’ Malik, dsb., maka kaum Syiah memiliki pedoman kitab-kitab Hadits sendiri. Syi'ah hanya mempercayai hadis yang diriwayatkan oleh keturunan Nabi Muhammad saw, melalui Fatimah az-Zahra, atau oleh pemeluk Islam awal yang memihak Ali bin Abi Thalib. Syi'ah tidak menggunakan hadis yang berasal atau diriwayatkan oleh mereka yang menurut kaum Syi'ah diklaim memusuhi Ali, seperti Aisyah, istri Nabi Muhammad saw, yang melawan Ali pada Perang Jamal. [28]
Syiah mempunyai pemahaman tersendiri tentang definisi Hadits. Dalam majalahnya, penganut Syiah di Indonesia menjelaskan pengertian Hadits sebagai berikut:
Apa yang disebut Sunnah atau Hadis oleh Syiah bukan hanya berupa ucapan, perilaku, sikap, kebiasaan Nabi, tapi juga seluruh ma’shum yang berjumlah 14. Dengan demikian, era wurud Sunnah tidak berhenti dengan wafatnya Nabi Besar Muhammad–seperti kepercayaan Ahlus Sunnah–melainkan berlanjut terus hingga masa kegaiban besar Imam Muhammad bin Hasan Al-Askari pada 941 M atau 329 H. Karena faktor itulah kitab-kitab hadis Syiah ditulis dan dikodifikasikan dalam beberapa periode yang berbeda. Tapi itu tidak berarti bahwa kitab hadis Syiah baru ada di abad ke7 seperti diklaim sebagian orang. Jumlah hadis Syiah juga lebih banyak daripada hadis Sunni. [29]
Oleh karena itu, rujukan kitab Hadits yang dipakai Sunni dan Syiah berbeda. Kaum Syiah memiliki empat kitab yang dipandang sebagai rujukan utama di bidang Hadits. Kitab-kitab tersebut adalah “al-Kafi” (karya Muhammad ibn Ya’qub ibn Ishaq al-Kulayni, w. 329H, terdiri dari 16.000 hadits), “Man La Yahduruhu al-Faqih” (Muhammad ibn 'Ali ibn Babawaih al-Qummi, w. 381H, berisi sekitar 16.000 hadits), “Tahdhib al-Ahkam” (terdiri dari 13.590 hadits) dan “Al-Istibshar” (terdiri dari 5.511 hadits). Kedua kitab terakhir ini ditulis oleh Abu Jafar Muhammad Ibn Hassan Tusi, w. 460H/1067M.
Kitab “al-Kafi” merupakan salah satu kitab terpercaya bagi penganut Syiah dan dianggap sebagai ensiklopedia Hadits terlengkap dalam ilmu-ilmu keislaman. Al-Kafi terdiri dari tiga bagian, Usul al-Kafi, Rawdat al-Kafi, dan Furu’ al-Kafi. Jalur periwayatan Hadits-Hadits dalam kitab ini diyakini bersambung langsung dari imam-imam yang terbebas dari dosa (ma’sum). Para ulama Syiah (diantaranya al-Faidh al-Kasyani, al-Mufid, al-Syahid al-Awwal, w.786H, al-Majlisi, al-Syahid al-Tsani w.965H) sangat menghormati kitab al-Kafi dan memandangnya sebagai salah satu kitab terbesar Syiah dan paling banyak manfaatnya. Ia juga diyakini sebagai kitab Hadits yang belum ada tandingannya, paling mulia, paling terpercaya, paling lengkap dan sempurna. [30]
Kononnya, di kalangan ulama Syiah masih terjadi perbedaan pendapat tentang kesahihan Hadits-Hadits dalam kitab al-Kafi. Bahkan ada yang mengatakan sekitar 9.485 Hadits lemah dalam kitab ini. Namun meskipun demikian, banyak sekali ulama Syiah yang mengutip kitab al-Kafi untuk menguatkan pendapat bahwa masih banyak ayat-ayat yang belum tertulis dalam al-Qur'an yang ada saat ini. Di antaranya adalah kitab “al-Bayan fi Tafsir al-Qur'an” seperti yang telah disinggung di atas.
Makmun al-Jawi, seorang intelek muda yang cukup intens terlibat pembahasan tentang akidah Syiah menjelaskan bahwa praktek akidah tahrif Al Qur’an dalam Syi’ah, bisa kita lihat dalam kitab-kitab Tafsir Al Qur’an Syi’ah, seperti; Tafsir Al Qummi, Tafsir As Shafi, Tafsir Mir-atul Anwar wa Misykatul Asrar, Tafsir Muhammad Husein Al Ashfahani, Tafsir Al Burhan, Tafsir Bayanus Sa-‘adah fi Maqamatil ‘Ibadah, Tafsir Syubbar, Tafsir Majma-‘ul Bayan, dan Tafsir Aala-ur Rahman.
Di antara Hadits-Hadits ganjil yang menjelaskan tahrif al-Qur'an dalam kitab al-Kafi adalah sebagai berikut:
عن الصادق قال : إن القرآن الذي نزل به جبريل على محمد سبعة عشر ألف آية، والتي بأيدينا ستة آلاف ومائتان وثلاث وستون آية والبواقي مخزونة عند أهل البيت فيما جمعه علي عليه السلام.
a) Dari al-Shadiq berkata: “Sesungguhnya al-Qur'an yang diturunkan Jibril kepada Muhammad 17.000 ayat, sementara yang di tangan kita hanya 6.263 ayat dan sisanya tersimpan di Ahli Bait yang dikumpulkan oleh Ali a.s.” (Ushul al-Kafi, vol. I, hal. 110).
عن الصادق قال : القرآن الذي جمعه علي هو مثل قرآنكم ثلاث مرات، والله ما فيه من قرآنكم حرف واحد، مكثت فاطمة بعد موت أبيها خمسة وسبعين يوما صبت عليها مصائب من الحزن لا يعلمها إلا الله، فأرسل الله إليها جبريل يسليها ويعزيها ويحدثها عن أيبها وعما يحدث لذريتها، وكان علي يستمع ويكتب ما سمع حتى جاء به مصحفا قدر القرآن ثلاث مرات ليس فيه شيء من حلال وحرام ولكن فيه علم ما يكون.
b) Dari al-Shadiq berkata: “Sesungguhnya al-Qur'an yang dikumpulkan Ali adalah tiga kali lipat dari al-Qur'an yang kalian baca (saat ini), demi Allah tidak ada di dalamnya satu huruf pun dari al-Qur'an kalian. Fathimah berdiam diri sepeninggal ayahnya (Rasulullah saw) 75 hari karena didera kesedihan yang tidak diketahui kecuali Allah. Maka Allah pun mengirimkan Jibril untuk menghiburnya, menguatkannya dan berbicara kepadanya tentang ayahnya, serta apa yang bakal terjadi kepada keturunannya. Sementara Ali mendengarkan dan menulis sehingga terkumpul sebuah mushaf tiga kali lipat lebih banyak dari al-Qur'an yang di dalamnya tidak sedikitpun terkandung masalah halal dan haram, tetapi berisi ilmu pengetahuan tentang apa yang akan terjadi”. (Ushul al-Kafi, vol. I, hal. 115, lihat juga vol. I, 1388H, Dar al-kutub al-Islamiyyah, Teheran, hal.239)
عن أبي عبد الله الصادق: أن القائم يخرج المصحف الذي كتبه علي وأني المصحف غاب بغيبة الإمام.
Dari Abi Abullah al-Shadiq, bahwasanya al-Qaim (Imam Mahdi, Ratu Piningit) akan mengeluarkan mushaf yang ditulis Ali , dan bahwasanya mushaf tersebut menghilang dengan menghilangnya Sang Imam. (Ushul al-Kafi, vol I, hal. 111)
Makmun al-Jawi menyimpulkan bahwa Hadits dalam kitab al-Kafi tersebut pada hakekatnya menjelaskan bahwa ayat-ayat yang termaktub dalam al-Qur'an saat ini hanya sepertiga dari Jami’ah atau Majmu’ Ali atau Mushaf Fathimah. Sedangkan dua pertiga (2/3) selebihnya masih tersimpan di Ahlul Bait. Mushaf yang ditulis Ali bin Abi Thalib hilang bersama hilangnya (ghaibah) sang Imam, dan akan dibawa kembali oleh Al Qaim (kebangkitan Imam Mahdi/Muhammad Al Mahdi, imam ke-12, putra Hasan Al-Askari, imam ke-11).
Meskipun terdapat banyak rujukan utama dalam kitab-kitab Syiah yang menguatkan adanya tahrif dalam al-Qur'an, tetapi uniknya mushaf al-Qur'an yang tersebar di kalangan Syiah tidak berbeda dengan yang kita baca. Apakah itu bagian dari strategi taqiyyah Syiah atau bukan, Wallahu a’lam. Sebab hanya merekalah yang lebih tahu akan kepercayaan yang dianutnya. Namun menurut Sayyid Ni’matullah al-Jazairi terdapat lebih dari 2.000 “Hadits” yang menetapkan kepercayaan adanya tahrif di kalangan Syiah. Mayoritas ulama dan ahli Hadits Syiah semenjak dulu pun berpedoman dengan kesahahihan Hadits-Hadits tahrif tersebut. [31]
Merajut nota kesepahaman Sunni-Syiah
Hubungan antara Sunni-Syiah harus diakui menyimpan api dalam sekam. Konflik yang telah, sedang dan akan terjadi antara kedua millah ini seharusnya bisa diantisipasi. Mengusir para penganut Syiah dari bumi Indonesia bukanlah solusi yang bijak. Sebab suka tidak suka, secara historis Syiah telah eksis di Timur Tengah lebih dari seribu tahun. Sejarah konflik yang memakan ribuan korban di berbagai belahan negara-negara Islam antara kedua golongan ini pun berlangsung cukup lama. Maka hal terpenting yang harus dilakukan pemerintah sebelum mengambil kebijakan adalah mengakui adanya perbedaan dalam prinsip-prinsip akidah antara Sunni-Syiah.
Umat Islam Sunni senantiasa diajarkan mencintai dan meneladani para Sahabat Nabi, terutama para khulafa’ rasyidin dan para isteri Nabi. Sementara dalam batasan tertentu kaum Syiah justru getol melaknat Ummahatul Mukminin, khususnya Aisyah dan sahabat-sahabat terdekat Rasulullah saw., yang sudah mendapat jaminan Surga, seperti Abu Bakar, Umar bin Khattab dan Utsman bin Affan. Bahkan bisa jadi merupakan ritual yang dianjurkan. Oleh beberapa penganut Syiah, Abu Lu'lu'ah, pembunuh Umar bin Khattab, r.a., dianggap pahlawan dan makamnya sangat diagungkan, diziarahi, serta diadakan perayaan tahunan khusus untuk menghormati si pahlawan pembunuh Khalifah Umar tersebut. Bahkan kaum Syiah memberinya gelar "Bapak agama yang berani." Di atas kuburannya yang ada di Iran tertulis kalimat-kalimat penghinaan terhadap sahabat-sahabat Nabi yang mulia: "Kematian untuk Abu Bakar, Kematian untuk Umar, Kematian untuk Utsman." [32]
Umat Islam Sunni menyakini diharamkannya kawin kontrak (mu’tah) dan menganggapnya sebagai perzinahan yang tergolong dosa besar. Sementara Syiah menganggapnya sebagai ibadah. Meskipun belum tentu ulama Syiah akan mengijinkan jika putrinya sendiri dikawini mut’ah. Di samping itu ada kepercayaan maksumnya para imam Syiah yang oleh umat Islam Sunni justru dianggap bid’ah. Karena sifat maksum hanya dikhususkan bagi para Nabi.
Memahami dasar perbedaan kedua millah ini bisa menjadi kunci utama merajut jalan damai dan mengembangkan kebijakan kedepan. Apapun kebijakan dan solusi yang dibuat dengan mengabaikan pemahaman terhadap perbedaan prinsipil kedua millah ini, tidak akan pernah menyelesaikan masalah. Sebab akar konflik dan sumber masalah tidak disentuh sama sekali. Penyelesaian konflik yang berbasis agama dan keyakinan semestinya tidak hanya mengandalkan konsep kebebasan beragama liberal. Sebab kebebasan beragama dan berkeyakinan mestinya berbeda dengan kebebasan menghina agama dan kepercayaan umat lain.
Di samping itu, juga perlu diperhatikan asas memahami eksistensi Ahlussunnah sebagai Muslim mayoritas di Indonesia. Penganut Syiah bisa dihimbau untuk tidak melakukan dakwah yang sarat dengan provokasi aktif di kalangan Muslim Sunni. Karena kegiatan seperti ini sama saja menyulutkan api pada rerumputan kering. Oleh sebab itu, upaya menerapkan aturan perijinan untuk mendirikan tempat peribadatan bagi kaum Syiah juga bisa menjadi salah satu prioritas kebijakan untuk mengantisipasi konflik di masa mendatang.
Hak-hak umat mayoritas seharusnya tidak dikesampingkan dalam membuat segala bentuk kebijakan yang berkenaan dengan agama. Sebab selama ini pemerintah terkesan hanya mengurusi hak-hak minoritas dan terlalu sibuk dengan program kerukunan antar umat beragama. Sementara program kerukunan intra umat Islam dan hak-hak mayoritas sering diabaikan, kecuali hanya pada masa-masa menjelang pemilu. Saat-saat di mana umat Islam dengan segala potensi yang dimilikinya, pesantren-pesantrennya, ormas-ormasnya, masjid-masjidnya, kerap dikunjungi, diberi janji-janji dan dibujuk untuk memberikan suaranya.
Menghormati hak-hak mayoritas tidak bisa diartikan diskriminasi pada minoritas. Di beberapa wilayah Australia misalnya, ijin mendirikan masjid tidak hanya mendapatkan ijin dari penduduk sekitar, tetapi juga harus memperhatikan pengguna akses jalan yang melewati area pendirian masjid. Jika salah satu pengguna jalan, meskipun bukan penduduk setempat, ada yang merasa terganggu dengan rencana pendirian masjid, maka suara keberatannya bisa menjadi faktor penting dalam mempertimbangkan pemberian ijin bangunan oleh dewan kota. Maka sangat relevan jika ijin pendirian tempat ibadah di Indonesia bisa diterapkan untuk penganut Syiah. Terlebih jika pendiriannya dilakukan di komunitas Sunni yang rentan menjadi media provokasi untuk menyulut anarkhisme.
Dalam konteksnya di Indonesia, peluang damai Sunni-Syiah bahkan terjalinnya kerjasama dalam bermuamalah sangat terbuka lebar. Umat Islam Sunni terbukti tidak saja bisa hidup rukun bahkan mampu memberi kedamaian dan perlindungan bagi penganut agama lain. Dan sangat tidak mustahil hal yang sama juga akan diberikan kepada kaum Syiah yang notabene masih meyakini kalimat: "La Ilaha Illallah, Muhammadun Rasulullah". Namun akankah Syiah mau menyambut uluran damai Sunni atau lebih menikmati bermain api dengan akidah Ahlussunnah? Dan sebagai minoritas, apakah Syiah mampu bertoleransi dengan ikut menjaga stabilitas dalam berinteraksi intra umat Islam ataukah mereka memilih jalan provokatif dengan mendirikan masjid-masjid Syiah secara massif di lingkungan Sunni tanpa mengindahkan adanya perijinan dari komunitas setempat? Wallahu A’lam.
*penulis adalah anggota Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia, memperoleh gelar masternya dalam Islamic Revealed Knowledge and Heritage (IRKH) dari International Islamic University Malaysia. Saat ini ia tercatat sebagai mahasiswa S3 di Universiti Malaya, fakultas Akademi Pengajian Islam.
Catatan Kaki:
  1. Emilia Renita AZ, 40 Masalah Syiah, Ikatan Jamaah Ahlu Bait Indonesi (IJABI), cetakan 2, Oktober 2009.
  2. Ibid, hal. 13 dan 15.
  3. hal. 37-38.
  4. www.hodaalquran.com/rbook.php?id=7013&mn=1. Situs Huda Al-Qur'an ini merupakan serangkaian situs Syiah milik “Hauzatul-Huda” yang beralamat di Bahrain yang fokus dalam bidang Studi Islam di bawah bimbingan Sheikh Mohammed Shanqour. Situs ini membidangi kajian al-Qur'an dalam segala aspeknya, seperti tafsir, ulum al-Qur'an, studi dan penelitian al-Qur'an, artikel serta tema-tema spesifik seputar al-Qur'an. Di samping itu, juga berisi kisah-kisah dalam al-Qur'an, beragam audio tentang tilawah, pelajaran dan ceramah umum tentang al-Qur’an. Situs ini diluncurkan pada bulan Ramadhan bertepatan dengan 5 Oktober 2007. Sedangkan pengasuhnya, yakni Sheikh Mohammed Shanqour merupakan salah satu ulama Syiah di Bahrain kelahiran tahun 1968. Lebih lanjut silahkan melihat http://ar.wikipedia.org/ محمد_صنقور
  5. Lihat: www.hodaalquran.com/rbook.php?id=2269&mn=1, diunduh pada tanggal 13 januari 2012.
  6. Al-Bayan fi Tafsir al-Qur'an, hal. 205 dalam http://www.shiaweb.org/quran/bayan/pa44.html, diakses tanggal 23 Januari 2012.
  7. Artinya: Orang tua yang berzina baik laki-laki maupun perempuan, maka jatuhkan hukum rajam terhadap keduanya. lihat: al-Bayan fi Tafsir al-Qur'an, hal. 203 dalam http://www.shiaweb.org/quran/bayan/pa44.html
  8. Lihat: 40 Masalah Syiah, hal. 41.
  9. Lihat: al-Bayan fi Tafsir al-Qur'an, hal. 259, teks aslinya berbunyi: ومما ذكرناه قد تبين للقارئ أن حديث تحريف القرآن حديث خرافة وخيال لا يقول به إلاّ من ضعف عقله dikutip dari www.al-shaaba.net/vb/showthread.php?t=6419&page=2
  10. Teks aslinya berbunyi: إن كثرة الروايات تورث القطع بصدور بعضها عن المعصومين عليهم السلام، ولا أقل من الاطمئنان بذلك وفيها ما روي بطريق معتبر
  11. Teks aslinya berbunyi: ما يستطيع أحد يقول جمع القرآن كله غير الأوصياء
  12. http://www.fnoor.com/fn0217.htm#_ftn25; Lihat juga kitab-kitab Syiah lainnya, misalnya: Tafsir al-‘Iyasyi, vol. I, Mansyurat al-A’lami, Beirut, cet. 91, hal. 1, Tafsir al-Shafi, vol. I, hal. 41, Bihar al-Anwar, 92: 55, al-Lawami’ al-Nuraniyah, hal. 547. Teks aslinya berbunyi: لو قرئ القرآن كما أنزل لألفيتنا مُسّمين
  13. Teks aslinya: نزل جبريل بهذه الآية على محمد هكذا: وإن كنتم في ريب مما نزلنا على عبدنا في علي فأتوا بسورة من مثله
  14. www.fnoor.com/fn0217.htm, diakses tanggal 19 Januari 2012.
  15. Ulama’ al-Syi’ah Yaquluna..! Watsaiq Mushawwarah min Kutub al-Syi’ah (=Ulama Syiah Berkata..! disertai Fotokopi Dokumen dari Kitab-kitab Syiah), Markaz Ihya Turats Ali l-Bayt, cetakan II, hal. 14.
  16. Lihat: www.islamww.com/books/GoPage19-1278-8679-128.html diakses tanggal 15 Jan 2012.
  17. Emilia Renita, Loc. Cit., hal. 39.
  18. Ibid, hal. 40-44.
  19. Imam al-Suyuthi, al-Itqan fi 'Ulum al-Qur'an, editor: Markaz al-Dirasat al-Qur'aniyyah, Mujamma' al-Malik Fahd li Thiba'ah al-Mushaf, Wuzarah al-Syu'un al-Islamiyyah wa l-Auqaf wa l-Da'wah wa l-Irsyad, Saudi Arabia, hal. 1455.
  20. http://www.islamweb.net/fatwa/index.php?page=showfatwa&Option=FatwaId&Id=117605, teks aslinya berbunyi: ولا يتوهم من هذا أو شبهه أن القرآن ضاع منه شيء فإن ذلك باطل
  21. Imam al-Suyuthi, al-Itqan fi 'Ulum al-Qur'an, hal. 1456.
  22. Keterangan muhaqqiq (editor) dalam al-Itqan fi 'Ulum al-Qur'an, hal. 1456-1457.
  23. Ibnu ‘Asyur, Tafsir al-Tahrir wa l-Tanwir, Dar al-Tunisiyyah li l-Nasyr, hal. 246.
  24. Lihat situs-situs Syiah, di antaranya http://www.holyquran.net/books/tahreef/9.html; Kaum Nasrani juga melakukan hal yang sama, lihat misalnya http://www.ebnmaryam.com/vb/t6972.html
  25. Imam al-Suyuthi, al-Itqan fi 'Ulum al-Qur'an, hal. 1457. Mudallas dalam Mustalah Hadits artinya bahwa seorang perawi meriwayatkan hadits dari seorang guru yang pernah ia jumpai dan ia dengar riwayat darinya, tetapi hadits yang ia riwayatkan itu tidak pernah ia dengar darinya. Sedang ia meriwayatkan dengan ungkapan yang mengandung makna mendengar langsung darinya, seperti “dari” atau “ia berkata”. Mudallas adalah bagian dari Hadits dha’if (lemah) dari sisi gugurnya perawi.
  26. Musnad al-Imam Ahmad ibn Hanbal, editor: Syu’aib al-Arnauth, Adil Mursyid, Sa’id al-Liham, Muassasah al-Risalah, vol. 35, hal. 133-134.
  27. Imam al-Alusi al-Baghdadi, Ruh al-Ma'ani fi Tafsir al-Qur'an al-'Azhim wa l-Sab' al-Matsani, Dar Ihya al-Turats al-'Arabi, Beirut, vol. 21, hal. 142.
  28. Lihat: http://id.wikipedia.org/wiki/Hadits# Berdasarkan_ tingkat_keaslian_hadis.
  29. Lihat: Syiah & Dagelan Jarh Wat-Ta’dil, Majalah Qiblati, Edisi 3, th VII dalam http://syiahali.wordpress.com/2011/06/27/keunggulan-kitab-kitab-hadis-syiah-membantah-salafi-dan-sunni/
  30. Lihat: www.islam4u.com/almojib_show.php?rid=570
  31. http://www.fnoor.com/fn0217.htm#_ftnref25
  32. Lihat: http://www.eramuslim.com/berita/dunia/ikhwan-yordan-tuntut-pemimpin-syi-ah-tutup-kuburan-pembunuh-khalifah-umar.htm, diakses tanggal 20 Jan 2012